REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Febrianto A Saputro
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan calon mitra koalisi mengusung figur nasionalis dan tokoh Islam sebagai bakal capres dan cawapres 2019. Bagi PKS, kedua pemimpin dengan figur tersebut sangat cocok dengan kondisi Indonesia saat ini.
Ini dikatakan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman saat menghadiri Ijtima Ulama di Jakarta, Jumat (27/7). Menurut Sohibul, hubungan masyarakat Indonesia saat ini sedang retak dengan adanya analogi kelompok nasionalis dan kelompok Islam.
Masing-masing kelompok sering menyampaikan hal-hal yang tidak berkenan kepada kelompok lain. "Islam misalnya selalu dituduh radikal dan teroris," kata Sohibul di depan para ulama dan politisi.
Baca Juga: Prabowo Siap Tak Maju, Salim: Itu Sikap Negarawan
Kelompok Islam dan nasionalis, jelas dia, pada dasarnya bisa bersatu. Asalkan, keduanya memiliki pemahaman yang proporsional, sikap tenggang rasa, dan saling menghormati. "Kita berharap di pilpres nanti bisa mewakili dua kelompok ini (nasionalis dan Islam)," kata Sohibul.
Jika kedua figur tersebut bisa diusung, PKS yakin koalisi dapat memenangkan pilpres layaknya memenangkan Pilkada DKI Jakarta. "Kita harus optimistis. Dengan izin Allah, kita bisa mencetak sejarah kedua setelah Pilkada DKI," ujar dia.
Keinginan PKS mengusung figur nasionalis dan tokoh Islam juga diungkapkan Ketua DPP PKS Ledia Hanifa. Dia menilai perlu adanya kekuatan umat yang tidak hanya sebatas kekuatan yang mendukung, tetapi juga menjadi kekuatan gerakan yang bisa mengubah peta politik nasional.
"Kekuatan umat akan menjadi faktor penting dalam prosesi pergantian kepemimpinan nasional tahun 2019," kata Ledia dalam keterangan tertulis, Jumat (27/7).
PKS, jelas dia, sejak awal konsisten membawa aspirasi umat untuk terlibat dalam prosesi pergantian kepemimpinan nasional dalam Pilpres 2019. "Kemarin kita silaturahim dengan GNPF Ulama dan ormas-ormas Islam yang menitipkan amanah aspirasi umat dalam Pilpres 2019, kita akan perjuangkan agar ada elemen umat yang maju dalam percaturan Pilpres 2019," ujarnya.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama menggelar Ijtima Ulama dalam memilih pasangan calon presiden sebagai penantang capres pejawat. Ledia pun berharap agar capres penantang pejawat betul-betul mendengarkan aspirasi umat dalam menentukan calon pendampingnya.
"Pasangan nasionalis-religius masih banyak diterima oleh masyarakat Indonesia," kata dia.
Ledia menjelaskan, kultur masyarakat Indonesia masih memandang sosok religius sebagai figur yang penting dalam kepemimpinan nasional baik sebagai capres maupun cawapres.
PKS masih melakukan komunikasi intensif dengan sejumlah calon mitra koalisi untuk mencari figur capres cawapres yang pas. "Dalam setiap komunikasi dengan mitra kita tekankan tentang aspirasi dari umat untuk menjadi pemimpin bangsa," katanya.
Belum sepakat capres cawapres
Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, sampai saat ini belum ada kesepakatan antara PKS, Partai Gerindra, PAN, dan Partai Demokrat terkait siapa bakal capres dan cawapres yang akan diusung dalam Pilpres 2019. Bahkan, Hidayat mengatakan, pembahasan bakal capres pun masih alot.
"Belum definitif siapa yang akan berkoalisi, dan kemudian dari yang berkoalisi, siapa yang akan disepakati sebagai capres maupun cawapres, belum final," ungkap Hidayat.
Mantan ketua MPR tersebut mengatakan, segala kemungkinan masih akan terjadi sebelum akhir batas waktu pendaftaran capres dan cawapres. Bahkan, dirinya menyebut peluang untuk membentuk poros ketiga masih terbuka.
Kendati masih ada peluang untuk pindah ke kubu koalisi pendukung Jokowi, Hidayat menegaskan secara prinsip sikap PKS sampai saat ini ingin adanya pergantian presiden. Politikus PKS itu pun meminta siapa pun yang nantinya tergabung dalam koalisi untuk sama-sama legawa terhadap apapun keputusan soal capres dan cawapres.
Prabowo Subianto kemarin turut menghadiri Ijtima Ulama. Dalam sambutannya, Prabowo menyebut dirinya sebagai seorang yang nasionalis. "Selain Muslim, saya juga seorang nasionalis," kata Prabowo.
Dalam pidatonya, Prabowo kembali menyoroti sejumlah permasalahan di Indonesia dan kinerja pemerintah. Prabowo menyinggung soal tingkat kemiskinan dan masyarakat miskin yang menurut dia justru bertambah banyak.
Prabowo juga menyinggung soal rencana pemerintah terhadap Pertamina dan PLN terkait kesulitan keuangan dua BUMN itu. Prabowo menegaskan BUMN harus menjadi tulang punggung pembangunan nasional.
Prabowo kemudian mempermasalahkan soal kekayaan segelintir orang-orang terkaya di Indonesia yang terus mengalir ke luar. Karena itu, kata Prabowo, nilai tukar rupiah menjadi rusak. Prabowo kemudian menegaskan, "Saya siap menjadi alat perubahan! Saya siap!"
Baca Juga: PKS Belum Bahas Nama AHY Sebagai Kandidat Cawapres