REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Negara (KASN) Sofian Effendi heran dengan tuduhan yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan kepada dirinya. Ia merasa tak sedang berpolitik.
Sofian pun menilai tuduhan yang dilontarkan oleh Anies bertolak belakang. Ia mengatakan justru Anies yang pantas berpolitik. Sebab, Anies sedang menduduki jabatan politis sebagai gubernur DKI.
"Tudingan Pak Anies kok bertolak belakang dengan kenyataan. Yang sedang menduduki jabatan politik yang pengangkatannya melalui pilkada kan Gubernur DKI?" kata dia ketika dihubungi Republika, Selasa (31/7).
Sofian mengatakan ia hanya sedang menjalankan tugas sebagai ketua KASN untuk memberikan teguran kepada Anies. Sebab, Anies, dalam menjalankan jabatan politisnya, tidak tertib dalam menerapkan sistem meritokrasi.
Karena itu, ia mengatakan hal ini tak seharusnya dilihat hanya sebagai kepentingan politik. "Yang dapat teguran karena tidak tertib dalam menerapkan sistem merit dalam pemberhentian dan pengangkatan JPT di DKI kan gubernur dan sekda? Kok KASN yang mau nertibkan malah dituduh berpolitik dan tidak tertib?" ujar Sofian.
Di tempat terpisah, Anies menyatakan tak akan memberikan jawaban mengenai polemik saling tuding antara dirinya dan ketua KASN. Secara sepihak, dirinya menganggap polemik itu telah selesai.
"Kalau beliau mau ngomong terus, silakan, tetapi saya sudah selesai. Jawaban saya lewat surat," ujar dia di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (31/7).
Anies menyebut Sofian berpolitik ketika ditanya mengenai surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh KASN. Anies mengaku telah menerima surat tersebut.
Namun, Anies heran mengapa bersamaan dengan surat tersebut, KASN juga mengirimkan siaran pers kepada awak media. Anies menilai tindakan itu bersifat politis. Ia menuduh Ketua KASN sengaja ingin membentuk opini tertentu.
Surat rekomendasi KASN berisi pernyataan bahwa Anies beserta jajarannya tidak mengikuti prosedur yang sesuai dalam menerapkan proses promosi, rotasi, dan mutasi terhadap 16 pejabat tingkat pratama di lingkungan DKI Jakarta.
Setidaknya ada tiga temuan pelanggaran dalam perombakan pejabat eselon II DKI Jakarta. Pertama, pencopotan 16 pejabat eselon II tanpa diawali pemanggilan dan pemberian peringatan terlebih dulu.
Kedua, jika pencopotan pejabat eselon II didasarkan atas kinerja, seharusnya pemerintah DKI memberikan kesempatan enam bulan bagi pejabat itu untuk memperbaiki kinerja pejabat yang dianggap jelek itu. Ketiga, panitia seleksi rotasi dan mutasi pejabat eselon II yang dibentuk pemerintah DKI belum berkoordinasi dengan KASN.
Atas kesalahan tersebut, KASN merekomendasikan empat hal. Pertama, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan segera mengembalikan para pejabat eselon II itu ke jabatan semula atau setara. Kedua, Jika pemerintah DKI memiliki bukti-bukti baru yang memperkuat adanya pelanggaran oleh para pejabat yang diberhentikan tersebut, bukti baru itu harus disertakan paling lambar dalam 30 hari kerja.
Ketiga, penilaian kinerja atas seorang pejabat dilakukan setelah setahun dalam suatu jabatan dan diberikan kesempatan enam bulan pada pejabat yang bersangkutan untuk memperbaiki kinerjanya. Keempat, evaluasi penilaian kinerja harus dibuat secara lengkap tertulis dalam bentuk berita acara penilaian.