REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Pengaliran air irigasi dari Bentung Rentang, Kabupaten Majalengka, selama seminggu terakhir, tak bisa menyelamatkan semua lahan yang terancam puso (gagal panen) di tiga kecamatan di Kabupaten Indramayu. Ribuan hektare tanaman padi tetap puso akibat upaya pengairan yang terlambat.
Adapun tiga kecamatan itu, yakni Kecamatan Kangdanghaur, Losarang dan Gabuswetan. Berdasarkan data dari instansi terkait, pada akhir Juli 2018, tercatat ada sekitar 6.000 hektare areal tanaman padi di tiga kecamatan tersebut yang terancam mengalami puso akibat kekeringan.
Camat Kandanghaur, Iim Nurahim, menyebutkan, total luas lahan yang pengairannya bersumber dari Bendung Rentang dan terancam puso di wilayahnya mencapai sekitar 2.300 hektare. Dari luas tersebut, 70 persen atau sekitar 1.610 hektare tidak bisa terselamatkan dan mengalami puso.
‘’Hanya sekitar 30 persen (690 hektare) saja yang terselamatkan,’’ ujar Iim, kepada Republika.co.id, Selasa (7/8).
Iim mengatakan, puso yang dialami ribuan hektare tanaman padi di wilayahnya diakibatkan keterlambatan datangnya pasokan air. Menurutnya, saat penggelontoran air selama seminggu yang dimulai 1 Agustus 2018, kondisi tanaman padi sudah di ujung tanduk. Akibatnya, banyak sawah yang tetap tak bisa terselamatkan.
Menurutnya, saat ini, pasokan air irigasi di wilayahnya masih banyak. Namun, air tersebut tak bisa digunakan karena banyak tanaman padi yang sudah terlanjur mati.
Untuk itu, kata Iim, rencananya air tersebut akan dialihkan untuk mengairi tanaman padi di Desa Bulak dan Parean Girang seluas kurang lebih 600 – 700 hektare. Selama ini, pengairan kedua desa tersebut bersumber dari PJT II Jatiluhur. "Jadi air dari Rentang rencananya akan kita alihkan ke lahan yang bersumber dari PJT II (Jatiluhur),’’ kata Iim.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono, membenarkan banyaknya tanaman padi yang tidak bisa terselamatkan. Meski mengapresiasi penggelontoran air, namun dia menilai upaya tersebut terlambat dilakukan. ‘’Ribuan hektare tanaman padi tetap puso karena terlambat airnya,’’ kata Waryono.
Menurut Waryono, tanaman padi yang bisa terselamatkan pun hasil produksinya tidak maksimal. Pasalnya, pasokan air tak ada saat tanaman padi sudah waktunya berbulir.
‘’Karena kurang air saat tanaman sedang bunting, maka bulir padi jadi gabug (kosong) dan berwarna keputihan,’’ kata Waryono.
Waryono menyebutkan, rata-rata produksi padi di wilayah Kecamatan Kandanghaur saat ini hanya sekitar dua ton per hektare. Bahkan, ada yang hanya hitungan kuintal per hektarenya. Padahal, dalam kondisi normal, produksi padi mencapai lima sampai enam kuintal per hektare.
Kondisi tersebut dinilai sangat merugikan para petani. Untuk petani yang lahannya puso, kerugian yang mereka alami mencapai sekitar Rp 6 juta per hektare. Jumlah tersebut belum termasuk dengan hilangnya pendapatan panen yang seharusnya mereka peroleh jika puso tak terjadi.
Waryono mengatakan, lahan yang puso kini ditelantarkan begitu saja oleh pemiliknya. Mereka lebih memilih bermigrasi sementara ke Kecamatan Gabuswetan untuk menanam semangka jenis inul.
Sekitar 6.000 hektare areal tanaman padi yang tersebar di Kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Gabuswetan terancam puso. Hal itu terungkap saat Penanggung jawab Upaya Khusus Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) Provinsi Jawa Barat, Banun Harpini, bersama Dandim 0616/Indramayu, Letkol Agung Nur Cahyono, Wakil Bupati Indramayu, Supendi, dan berbagai pihak terkait lainnya meninjau langsung areal persawahan dan kondisi saluran irigasi di sejumlah kecamatan di Kabupaten Indramayu, Selasa (31/7).
Usai meninjau lapangan, Banun pun memimpin Rapat Koordinasi Pengelolaan Air, di Kantor Bupati Indramayu. Rapat itupun menghasilkan kesepakatan bersama tentang upaya penyelamatan kekeringan di Kabupaten Indramayu.
Dalam kesepakatan itu, air akan digelontorkan seluruhnya, tanpa gilir giring, untuk Kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Gabuswetan, selama tujuh hari, mulai 1 Agustus 2018. Penggelontoran air tersebut diatur oleh kepala PSDA Kabupaten Indramayu dan diprioritaskan untuk lahan sawah yang terancam puso.
‘’Setelah tujuh hari itu, atau mulai 8 Agustus 2018, jadwal gilir giring akan kembali seperti kesepakatan semula,’’ kata Banun.