REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senin (20/8) malam, jalanan Kota Mataram masih terasa mencekam pascagempa tektonik yang terus menerus menggoyang Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat sejak 29 Juli 2018. Tenda darurat sesekali terlihat bertebaran di pinggir jalan, bahkan di gang-gang sengaja dipasang palang kayu oleh warga, guna mencegah ada kendaraan yang melintas mengingat banyaknya tenda dadakan.
"Suasananya seperti ini, mencekam. Apalagi tadi pas maghrib ( 20/8) ada gempa susulan lagi kekuatan 5 SR," ujar sopir taksi, Tedjo.
Ia mengatakan masyarakat saat ini benar-benar ketakutan, berharap dari pemerintah daerah sulit juga karena mereka juga jadi korban. "Kalau tidak memikirkan soal uang, saya inginnya di rumah melindungi anak dan istri," kata sopir taksi yang mengaku berasal dari Solo, Jawa Tengah dan sudah menetap di Lombok selama 21 tahun lebih.
Berdasarkan data yang ada, gempa tektonik itu terjadi pada 29 Juli 2018 yang berpusat di Kabupaten Lombok Timur dengan kekuatan 6,4 Skala Richter. Namun tidak berhenti di sana, pada 5 Agustus 2018 terjadi lagi gempa yang berpusat di Kabupaten Lombok Utara dengan kekuatan 7 SR.
Belum juga warga menarik nafas panjang, goyangan gempa muncul pada 9 Agustus 2018 dengan kekuatan 6,7 SR berpusat di Lombok Utara, dan pada 19 Agustus 2018 di Kabupaten Lombok Timur dengan kekuatan 5,4 SR susulan 6,5 SR dan 7 SR.
Ia mengatakan masyarakat benar-benar kebingungan karena bukan soal perut semata tapi keselamatan jiwa terutama kalangan wanita dan anak-anak yang trauma berkepanjangan.
Demikian pula pemerintah daerah kebingungan, hingga berharap adanya kepedulian dari pemerintah pusat untuk segera menetapkan menjadi bencana nasional, katanya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat Hj Baiq Isvie Rupaeda melalui surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo menyatakan bencana alam gempa bumi sebagaimana dimaksud telah berdampak luas dan masif di seluruh NTB baik di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa.
"Gempa telah mengakibatkan rumah rusak berat, sedang dan ringan serta terganggunya kegiatan ekonomi, pendidikan, pelayanan oleh pemerintahan baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota se-NTB, menjadi lumpuh," katanya.
Dari pantauan Antara sepekan lalu di pusat Pemerintahan Kabupaten Lombok Utara, bisa dikatakan lumpuh karena kantor pemerintahan juga rusak diterjang gempa termasuk dengan RSUD Lombok Utara yang berada di Kecamatan Tanjung. Karena itu, DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat meminta Presiden Joko Widodo menetapkan status bencana nasional atas gempa bumi yang terus menerus terjadi di Pulau Lombok dan Sumbawa.
"Maka kiranya Bapak Presiden RI dapat menetapkan status bencana alam gempa bumi yang melanda NTB saat ini menjadi status bencana nasional," kata Hj Baiq Isvie Rupaeda.
Pertimbangannya dalam rangka menindaklanjuti bencana gempa bumi yang terjadi di NTB khususnya di Pulau Lombok yang terjadi secara masif telah menelan korban meninggal dunia 469 orang dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal dan telah mengungsi serta tinggal di dalam tenda-tenda darurat.
Untuk mempercepat memulihkan keadaan masyarakat maka penanganan pasca bencana rehabilitasi dan recovery terhadap dampak bencana alam gempa bumi memerlukan penanganan yang intensif dan komitmen kuat dari pemerintah.