REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Gubernur Jambi Zumi Zola telah memberikan suap sebesar Rp13,09 miliar dan Rp 3,4 miliar kepada 52 anggota DPRD Jambi. Selain memberi suap, Zumi juga didakwa menerima gratifikasi lebih dari Rp 40 miliar dan 177.000 dollar Amerika Serikat dan 100.000 dollar Singapura. Selain itu, Zumi juga didakwa menerima 1 unit Toyota Alphard.
Dalam dakwaannya, uang senilai Rp16 miliar itu merupakan suap untuk uang ketok palu Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan tahun 2018.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa Penuntut KPK Rini Triningsih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8).
Dalam dakwaan, pemberian suap berawal dari permintaan pimpinan DPRD Cornelis Buton dan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi Zainal Abidin terkait pengesahan RAPBD 2017 untuk seluruh anggota DPRD. Jaksa merinci permintaan uang itu masing-masing akan dibagi sebesar Rp200 juta untuk anggota biasa, Rp225 juta untuk anggota banggar, dan Rp375 juta untuk anggota Komisi III.
Zumi kemudian memerintahkan orang kepercayaannya Apif Firmansyah dan Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi Dody Irawan untuk menyelesaikan permintaan tersebut dengan cara mengumpulkan uang dari rekanan dengan catatan tidak mengurangi persentase fee milik terdakwa.
Zumi juga disebut mengingatkan Apif agar memperhatikan rekanan yang membantu supaya memperoleh proyek pada tahun anggaran 2017. Sebelum pengesahan, disepakati besaran uang "ketok palu" yang harus disediakan sebesar Rp15,4 miliar yang akan dibagi di antaranya untuk Cornelis Rp1 miliar dan masing-masing anggota DPRD sebesar Rp200 juta. Uang ketok palu itu kemudian diserahkan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi secara bertahap.
"Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu, maka rapat paripurna di kantor DPRD Provinsi Jambi pada November 2016 berjalan lancar dan kuorum," jelas jaksa.
Pada pembahasan RAPBD 2018, rupanya muncul kembali permintaan uang itu dari sejumlah anggota DPRD. Jumlah yang diminta sama seperti pada pembahasan RAPBD 2017. Selain itu ada permintaan dari anggota DPRD fraksi PAN Supriyono sebesar Rp100 miliar untuk membiayai partai. Namun jaksa menyebut Zumi keberatan karena nilainya terlalu besar. Sebagai gantinya, Zumi menjanjikan akan memberi proyek kepada PAN senilai Rp50 miliar saja.
"Pimpinan dewan juga meminta kegiatan dan jatah fee sebesar dua persen dari nilai proyek multiyears jalan layang Simpang Mayang dalam kota Jambi," ujarnya.
Seluruh urusan permintaan uang itu diselesaikan oleh Sekda Provinsi Jambi Erwan Malik dan Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi Arfan. Menurut jaksa, Zumi hanya berpesan agar Erwan tak membuat malu apabila APBD tidak disahkan. Sebab berkaca pada pengesahan APBD 2017, Zumi telah mengetahui cara menghadapi para anggota DPRD yakni dengan membagikan sejumlah uang.
Sementara untuk pimpinan DPRD, jumlah uang yang diberikan lebih banyak atau dua kali nominal yang diberikan kepada anggota. Jaksa mengatakan mereka menyebutnya dengan istilah kaldu atau kali dua. Uang itu akhirnya diterima pimpinan dan sejumlah anggota DPRD usai rapat paripurna pengesahan APBD 2018.
Sementara dalam dakwaan gratifikasi, Zumi disebut menerima suap salah satunya melalui Apif Firmansyah. Menurut jaksa, setelah dilantik sebagai Gubernur, Zumi membentuk tim yang diketuai oleh Apif Firmansyah dan salah satu anggotanya adalah Muhammad Imaddudin alias Iim selaku rekanan untuk mengerjakan proyek tahun anggaran 2016 yang belum dilelangkan.
Apif dan Iim diminta mengumpulkan fee proyek TA 2016 dari para rekanan maupun Kepala Dinas Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi jambi. Apif atas persetujuan Zumi kemudian meminta bantuan Iim untuk membiayai beberapa kegiatan Zumi saat awal menjabat sebagai Gubernur.
"Iim sejak Februari 2016 bersedia membantu keperluan Zumi hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1,2 miliar, " terang Jaksa.
Menurut jaksa, dari jumlah tersebut, sebesar Rp75 juta untuk biaya akomodasi pengurus Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Amanat
Nasional (PAN) Kota Jambi saat pelantikan Zumi pada Februari 2016 di Jakarta. Kemudian, uang Rp274 juta untuk biaya pembelian dua unit mobil Ambulance pada Maret 2016.
Ambulance itu akan dihibahkan oleh Zumi dan adiknya yakni Zumi Laza kepada DPD PAN Kota Jambi. Tujuannya, agar Zumi Laza dapat menjadi Ketua DPD PAN Kota Jambi dan dicalonkan sebagai Wali Kota Jambi 2018.
Kemudian, uang sejumlah Rp70 juta untuk pembayaran pembuatan 10 spanduk dan sewa 10 titik lokasi billboard pada Maret 2016, guna perkenalan Zumi Laza sebagai Calon Wali Kota Jambi 2018. Selain itu, uang Rp60 juta untuk memenuhi permintaan Zumi Laza, guna pembayaran kekurangan sewa 2 tahun Kantor DPD PAN Kota Jambi di Jalan M Yamin, Kota Baru Jambi pada April 2016.
Kemudian, uang sejumlah Rp500 juta untuk membantu Zumi guna biaya acara pisah sambut Muspida pada Mei 2016. Selain itu, uang sejumlah Rp156 juta untuk membeli 10 hewan qurban atas nama Zumi pada Hari Raya Idul Adha pada September 2016.
Tak hanya itu, Zumi juga diduga menggunakan hasil gratifikasi itu untuk membiayai keperluan pribadi dia dan keluarganya. Beberapa di antaranya, untuk membiayai keperluan Zumi saat berkunjung ke Amerika Serikat. Menurut jaksa, pada awal September 2017, Zumi meminta kepada orang kepercayaannya Asrul Pandapotan Sihotang uang sejumlah 20.000 dollar AS. Uang tersebut digunakan Zumi selama berkunjung di Amerika Serikat dan membeli oleh-oleh.
Asrul meminta kepada Arfan selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), untuk menyediakan uang sejumlah 30.000 dollar AS. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Arfan meminta kepada kontraktor rekanan Dinas PUPR Joe Fandy Yoesman Alias Asiang untuk menyediakan uang tersebut, yang dipenuhi keesokan siangnya kepada Arfan di ruangan Kabid Bina Marga Dinas PUPR.
Menurut jaksa, Arfan selanjutnya bertempat di The Cafe, Hotel Mulia Jakarta menyerahkan uang 30.000 dollar AS kepada Asrul untuk digunakan oleh Zumi Zola. Kemudian, Asrul pada Oktober 2017 membayar action figure seharga Rp52 juta yang dipesan Zumi Zola pada 2016. Pembayaran dengan cara ditransfer ke penjual yang berada di Singapura. Kemudian, pada Juni- November 2017, Asrul membayar pelunasan pemesanan 9 patung action figure marvel dari Singapura seharga 6.150 dollar Singapura.
Selain itu, Asrul juga membayar 16 item orderan Zumi Zola di XM Studios seharga 5.600 dollar Singapura dengan cara setor tunai. Masih dalam dakwaan gratifikasi, Zumi melalui Asrul pada September 2017 membayar belanja online milik istri Zumi, Sherin Taria sejumlah Rp 19,7 juta, Rp 12,5 juta dan Rp 4 juta.
Atas dakwaan jaksa tersebut, Zumi tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Namun tim kuasa hukum mengajukan catatan bagi majelis hakim terkait keberatan lokasi persidangan yang semestinya dilakukan di Pengadilan Tipikor Jambi.
"Pada intinya saya ikuti dan hormati proses hukum yang berlaku. Tadi sudah sama-sama dengar, kita berharap bisa berjalan dengan lancar," ujar Zumi usai persidangan.
Sementara kuasa hukum Zumi, M Farizi mengaku keberatan dengan dakwaan yang diberika JPU KPK. Menurutnya, seharusnya dakwaan terhadap kliennya dipisah karena ia khawatir jumlahnya akan tercampur antara suap dan gratifikaai.
"Di dalam kumulatif dakwaan pertama gratifikasi dan suap tapi angkanya tidak dipisah. Ini resiko di kumulatif di tambahan nanti," ujarnya.