Senin 27 Aug 2018 15:19 WIB

Tiga Mantan Koruptor tak Masuk Daftar Bakal Caleg Sementara

Ada nama mantan gubernur Aceh Abdullah Puteh.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Gubernur Aceh periode 2000-2005, Abdullah Puteh (kanan), menyerahkan berkas kepada pejabat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ahmad Darlis (kedua kiri) saat mendaftar sebagai Bakal Calon Legislatif DPD, di Banda Aceh, Rabu (11/7).
Foto: Antara/Ampelsa
Mantan Gubernur Aceh periode 2000-2005, Abdullah Puteh (kanan), menyerahkan berkas kepada pejabat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ahmad Darlis (kedua kiri) saat mendaftar sebagai Bakal Calon Legislatif DPD, di Banda Aceh, Rabu (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan nama tiga mantan narapidana korupsi tidak masuk dalam daftar caleg sementara (DCS) Pemilu 2019. KPU tetap meminta Bawaslu mematuhi aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Tiga mantan narapidana korupsi itu tidak masuk dalam DCS," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).

Tiga mantan narapidana korupsi itu oleh Bawaslu dan panwaslu sebelumnya dinyatakan memenuhi syarat (MS) sebagai bakal caleg DPD dan DPRD kabupaten setempat. Hal ini terjadi setelah ketiganya mengajukan sengeketa pendaftaran bakal caleg kepada Bawaslu dan panwaslu setempat.

Adapun tiga mantan narapidana kasus korupsi yang ada di daerah itu yakni Abdullah Puteh, Joni Kornelius Tondok dan Syahrial Damapolii.

Baca juga:  Ini Tanggapan BIN Soal Penolakan Neno Warisman di Riau

Abdullah Puteh diketahui pernah menjadi terpidana kasus korupsi pembelian dua helikopter senilai Rp 12,5 miliar pada 2004 lalu. Joni Kornelius Tondok pernah melakukan korupsi saat menjadi anggota DPRD Tanpa Toraja pada 2002 lalu. Sementara itu, Syahrial Damopolii, sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Sulawesi Utara dan menjadi terpidana korupsi Manado Beach Hotel pada 2012 lalu.

Dia menegaskan jika sikap KPU tetap sama.  KPU berpandangan bahwa PKPU Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD dan PKPU nomer 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota masih berlaku dan sah.

"Karena itu, harus dipatuhi oleh semua penyelenggara pemilu. Bawaslu kan bukan Mahkamah Agung (MA). Sebab uji materi di MA adalah satu-satunya saluran jika tidak setuju dengan PKPU," ungkapnya.

Dia pun menyebut berbahaya jika Bawaslu tidak mengakui PKPU. Selain membahayakan pemilu, ada potensi bagi para mantan narapidana kasus korupsi untuk lolos sebagai caleg.

Baca juga: Ical: Penghadangan Gerakan #2019GantiPresiden Rugikan Jokowi

Sebelumnya, Wahyu mengatakan pihaknya kecewa atas tindakan Bawaslu dan Panwaslu di tiga daerah yang memutuskan untuk mengabulkan sengketa pendaftaran bakal caleg yang diajukan oleh para mantan narapidana kasus korupsi. Tiga putusan di daerah itu memerintahkan KPU daerah untuk menyatakan status pendaftaran para mantan narapidana korupsi yang sebelumnya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).

Adapun tiga putusan itu masing-masing dikeluarkan oleh Panwaslih Aceh, Panwaslu Tana Toraja dan Bawaslu Sulawesi Utara. Di tiga daerah tersebut, sebelumnya ada mantan narapidana korupsi yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD dan caleg DPRD.

Namun, KPU setempat menyatakan pendaftaran tiga bakal caleg itu TMS. Setelahnya, ketiga kandidat mengajukan sengketa atas status tersebut sehingga keluarlah masing-masing putusan yang menyatakan pendaftaran ketiganya MS.

Adapun tiga mantan narapidana kasus korupsi yang ada di daerah itu yakni Abdullah Puteh di Aceh, Joni Kornelius Tondok di Tana Toraja dan Syahrial Damapolii di Sulawesi Utara. 

Baca juga: Soal Ajakan Nahdliyin Pilih Jokowi, Ini Kata Gus Sholah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement