REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Fungsi ujian nasional (UN) untuk memetakan keberhasilan pendidikan Indonesia tidak berjalan sejak UN diberlakukan tahun 2004, kata pakar pendidikan dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto.
"Delapan tahun UN dilaksanakan, namun sampai sekarang masyarakat tidak tahu kekuatan utama siswa di Indonesia, apakah di statistik, aljabar, geometri, atau pelajaran lainnya. Seharusnya jika tujuan UN benar adalah untuk pemetaan, maka masyarakat tahu hal ini," kata Iwan dalam diskusi yang digelar Kantor Berita Antara dalam memperingati Hari Pendidikan di Jakarta, Rabu.
Iwan juga mengaku bahwa sampai sekarang, dia tidak pernah menemukan adanya laporan hasil pemetaan pendidikan dari Kementerian Pendidikan atas hasil UN.
"Dengan pemetaan, seharusnya kita tahu apa kekuatan dan kelemahan siswa secara nasional, dan juga bagaimana cara memperbaikinya," kata dia.
Namun, menurut Iwan, fungsi pemetaan yang menjadi tujuan diselenggarakannya UN justru menjadi vonis "hidup" dan "mati"-nya peserta didik.
"Pemetaan itu sama dengan diagnosa kesehatan. Dalam proses itu kita tahu apa penyakit kita dan bagaimana mengobatinya, jadi bukan vonis mati atau hidup. Namun dalam kasus UN, pemetaan justru berubah menjadi vonis lulus dan tidak lulus," kata dia.
Menurut Iwan, jika UN memang bertujuan untuk memetakan kualitas pendidikan di Indonesia maka penyelenggaraan UN seharusnya ditujukan untuk kelas lima sekolah dasar, kelas delapan sekolah menengah pertama, dan kelas 11 sekolah menengah atas.
"Siswa, dengan demikian punya kesempatan untuk evaluasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangannya," kata dia.
UN selama ini diselenggarakan untuk kelas enam, sembilan, dan 12, sebagai salah satu penentu kelulusan siswa di setiap jenjang baik dasar, menengah pertama, dan menengah atas.