REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Communication & Information System Security Research Centre, Pratama D. Persadha, menilai UN dengan sistem CBT sekarang belum dilengkapi sistem keamanan sistem cyber yang tepat, maka tidak heran ada pembocoran soal.
"Ini bukan online, tapi semi online," kata Pratama, Kamis (23/4).
Dia menyarankan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar lebih memperhatikan keamanan jaringan distribusi dan tempat pelaksana. Dengan SDM yang sekarang, menurut dia, bisa saja ada pihak-pihak yang tak bertanggung jawab mengobok-obok sistem di beberapa sekolah.
Dia mengatakan Kemendikbud harus menggunakan sistem enkripsi dan digital signature yang sangat mudah bagi pemerintah untuk mengamankan data dari tangan jahil. "Kemendikbud harus lebih aware dengan pengamanan soal ujiannya," ungkap Pratama.
Maka ia berpendapat, dalam kasus pembocoran soal UN bukan percetakan yang kempunyai kesalahan sepenuhnya. Lebih lanjut ia menilai, peran polisi dalam melakukan pengamanan soal juga belum maksimal. Seharusnya, kata dia, percetakan mendapatkan pengamanan dari polisi secara lebih detail, termasuk detail berapa lembar kertas yang digunakan. Pengamanan juga termasuk apakah alatnya menyimpan memori soal yang dicetak.