REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perspektif masyarakat tentang guru perlu diubah. Pemerhati Karakter Guru di Character Building Indonesia, Asep Sapaat menilai guru saat ini diposisikan sebagai tenaga administratif bukan intelektual transformatif.
"Cirinya, memiliki pandangan ideologis tentang profesinya, punya kewibawaan, kemandirian sikap, dan ruang belajar yang leluasa karena dukungan infrastruktur kebijakan," kata dia dalam pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Ahad (8/2).
Asep menjelaskan, melalui posisi intelektual transformatif tersebut guru mampu menjalankan perannya sebagai pengajar yang menguasai konten materi yang diampu dan keterampilan mengajar). Kemudian guru juga mampu memainkan peranannya sebagai pendidik karakter dan pemimpin bagi murid dan lingkungannya.
"Tentunya dengan menerapkan prinsip Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarso Sung Tulodo, Tut Wuri Handayani," kata dia.
Karena itu, guru hanya mengenal dirinya, pilihan hidupnya, dan inspiratif. Jika guru tak paham konsep mengajar dan mendidik, maka dia akan merusak tatanan masyarakat. "Dampak dari guru tak paham jati diri, jadi guru bukan pilihan hidup, dan tak paham konsep mengajar dan mendidik, maka rusaklah bangsa ini," kata dia.
Asep mengaskan, jika bangsa ini akan merumuskan kebangkitannya, maka perlu dibangkitkan kesadaran para guru tentang peran dan tanggung jawabnya yang sangat mulia dan strategis bagi masa depan bangsa.
Kegiatan SMT Dompet Dhuafa sangat bermanfaat untuk menjadi komunitas belajar profesional bagi para guru dalam menggugah kesadaran, membangun integritas & kredibilitas secara kolaboratif. Inilah salah satu paradigma pembelajaran guru di abad 21 yang penting dipraktikkan guru-guru Indonesia. Semoga langkah ini menjadi wujud nyata dalam upaya memberdayakan guru menjadi aset negeri.