REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Jumlah publikasi riset ilmiah Indonesia dilaporkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama setahun terakhir. Capaian tersebut bisa dilihat dari banyaknya dokumen karya ilmiah para peneliti di Tanah Air yang sudah terindeks Scopus saat ini.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Mohamad Nasir mengatakan, publikasi riset terindeks Scopuas yang dihasilkan Indonesia per 31 Oktober 2017 tercatat sebanyak 13.277 dokumen. Angka itu meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 11.964 dokumen.
"Ini tentunya menjadi satu kabar yang menggembirakan untuk kita semua. Karena jika dibandingkan dengan data 2014, publikasi riset yang dihasilkan Indonesia masih berada di kisaran 5.000-an (dokumen) saja," ujar Menteri Nasir usai mengisi acara kuliah umum di Kampus Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh, Ahad (5/11).
Dia menuturkan, jumlah publikasi riset Indonesia sekarang berada di peringkat tiga di Asia Tenggara, setelah Malaysia dan Singapura. Jika dibandingkan dengan kedua negeri jiran itu, Indonesia masih tertinggal cukup jauh. Saat ini, jumlah publikasi ilmiah Malaysia yang terindeks Scopus mencapai 22.508 dokumen, sedangkan Singapura sebanyak 16.037 dokumen.
Karena itu, Nasir mengatakan, Kemenristekdikti menargetkan jumlah publikasi riset Indonesia bisa melampaui Singapura dan mendekati Malaysia dalam beberapa tahun ke depan. Menurut dia, target tersebut sangat mungkin dicapai mengingat besarnya potensi periset unggul yang dimiliki republik ini.
Indonesia kini tercatat mempunyai 5.000 guru besar (profesor) dan 29 ribu dosen atau peneliti dengan kualifikasi lektor kepala. "Alhamdulillah, Indonesia berhasil melewati Thailand yang sebelumnya berada di posisi ketiga se-Asia Tenggara dengan jumlah publikasi riset mereka sebanyak 12 ribuan dokumen. Tahun 2018 kita harapkan Indonesia bisa mengalahkan Singapura, dan 2019 bisa melampaui Malaysia. Jadi, kita akan kejar terus," ucap Nasir lagi.