REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya kasus narkoba dinilai menjadi salah satu penyebab lembaga pemasyarakatan (lapas) semakin penuh. Pemerintah pun diminta segera merumuskan solusi dan langkah strategis untuk menekan hal tersebut.
Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza Kementerian Sosial (Kemensos) Waskito Budi Kusumo mengklaim, pihaknya telah optimal merehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza).
Namun yang selama ini menjadi masalah, kata dia, yaitu banyak dari para pengedar atau bandar narkoba yang juga pecandu (korban). Sehingga selain harus dipenjara, pelaku juga harus direhabilitasi.
"Persoalan yang sudah cukup lama juga itu. Dan belum ada solusi," kata Waskito saat dihubungi Republika, Jumat (7/9).
Menurut dia, berbagai upaya telah banyak dilakukan seperti merehabilitasi pelaku di dalam lapas. Hal itu dinilai sudah cukup efektif, namun terkendala masih minimnya lapas yang bisa dipakai untuk rehabilitasi. Sehingga tidak jarang, rehabilitasi digelar di halaman-halaman lapas.
"Bangunan sudah ada beberapa yang dibangun, dan mungkin ada perluasan-perluasan atau menggunakan halaman-halaman. Kami cukup sering melakukan itu," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Sri Pugih Budi Utami mengungkapkan telah melakukan beberapa langkah strategis untuk menekan overload lapas. Salahsatunya dengan stratefi rehabilitasi pengguna narkoba di luar institusi lapas yang diproyeksikan akan berpengaruh pada penurunan angka overcrowded.
"Dan yang sangat penting lagi adalah digitalisasi di semua lini pemasyarakatan. Khususnya pemberian hak-hak narapidana yang transparan dan mematahkan isu pungutan liar," terang dia.
Menurut dia, tak bisa dipungkiri, digitalisasi merupakan konsep yang telah diadopsi dan wajib diimplementasikan di semua bidang pemasyarakatan. Pada Rakernis PAS kali ini, pihaknya memamerkan beberapa inovasinya di bidang teknologi informasi.