REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tidak kurang 450 penambang (pasir) rakyat di sekitaran Sungai Progo melakukan aksi unjuk rasa di Balai Besar Wilayah Sungai Opak (BBWSO). Mereka menuntut ketidakpatuhan BBWSO atas UU Minerba Nomor 4 Tahun 2008 dan PP 23 Tahun 2000.
Puluhan truk dari berbagai wilayah telah terparkir di sekitaran Kantor BBWSO sejak Senin (10/9) siang. Mereka mengangkut ratusan penambang pasir rakyat yang biasa menambang pasir sekitaran Sungai Progo, dan hendak mengajak audiensi BBWSO.
Pasalnya, BBWSO dianggap tidak mematuhi dan melaksanakan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. BBWSO, dianggap pula ingkar terhadap PP Nomor 23 Tahun 2000 tentang Prasarana Perikanan Samudera.
Ketua Kelompok Penambang Progo (KPP), Yunianto mengatakan, mereka memperjelas nasib Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diajukan KPP. Apalagi, izin-izin sudah masuk tahap Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Belum lagi, lanjut Yunianto, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian ESDM sudah memberi lampu hijau kepada mereka. Artinya, izin-izin penambang rakyat sudah seharusnya dikeluarkan rekomen BBWSO, tapi sampai hari ini belum ada kejelasannya.
"Bahkan sudah dilayani ESDM yang sudah melakukan tender, tapi UKL-UPL tidak dapat rekomendasi dari BBWSO," kata Yunianto, kepada Republika.co.id.
Padahal, lanjut Yunianto, Kementerian ESDM sendiri sudah mengabulkan tuntutan lewat PP Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Penambang sudah diberikan sejumlah titik-titik (WPR) yang tersebar sepanjang Sungai Progo.
WPR dikeluarkan Kementerian ESDM pada Oktober 2017 lalu. Karenanya, sejak Januari tahun ini, penambang-penambang rakyat di Sungai Progo berani mengajukan izin-izin IPR, dan tinggal menunggu rekomendasi BBWSO untuk UKL-UPL.
Ini merupakan aksi sekian kali yang sudah dilakukan Kelompok Penambang Progo untuk menegur BBWSO. Sejauh ini, belum ada kejelasan tentang kesiapan BBWSO untuk menerbitkan izin-izin UKL-UPL bagi penambang-penambang di Sungai Progo.
"Kalau tidak mau mengeluarkan rekomen BBWSO berarti tidak melaksanakan PP, dan kita suruh tanda tangan hitam di atas putih tidak mau," ujar Yunianto.
Untuk itu, ratusan penambang Sungai Progo kembali melakukan aksi kali ini sekaligus audiensi. Harapannya, KKP mendapat satu kejelasan terkait nasib UKL-UPL mereka, dan menangkis dugaan-dugaan kalau ada permainan BBWSO.
Aksi kali ini diikuti 450 penambang rakyat mulai usia muda sampai orang tua. Mereka berasal dari Kabupaten Kulonprogo mulai Kalibawang sampai Galur, Kabupaten Bantul mulai Sedayu sampai Srandakan dan Kabupaten Sleman dari Moyudan.