REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan puluhan mantan narapidana kasus korupsi berpotensi ditetapkan secara terpisah dalam daftar caleg tetap (DCT) Pemilu 2019. Hal ini dilakukan sebagai konsekuensi atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengizinkan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
Menurut Wahyu, sudah ada puluhan ribu bakal caleg yang terdaftar dalam daftar caleg sementara (DCS) Pemilu 2019. Mereka terdiri dari bakal caleg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan bakal calon anggota DPD.
"Bisa jadi para mantan narapidana korupsi yang sudah mengajukan sengketa dan diloloskan oleh Bawaslu menjadi bakal caleg, itu akan diumumkan (dalam DCT) secara terpisah dan bukan besok (Kamis, 20 September)," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Namun, KPU juga memiliki opsi para caleg eks koruptor ikut ditetapkan dalam DCT pada Kamis. Artinya, semua mantan narapidana korupsi yang sudah mendaftar sebagai bakal caleg DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota serta calon anggota DPD yang belum diganti oleh parpol dengan orang lain, masih bisa ditetapkan dalam DCT.
"Hanya kemudian, mantan narapidana korupsi bisa jadi persyaratannya (syarat pencalonan) belum lengkap. Jadi mereka harus melengkapi syarat pencalonan maka diberi waktu untuk melengkapi itu paling lambat tiga hari setelah revisi PKPU diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM," kata Wahyu.
Sebagaimana diketahui, pada Selasa (18/9), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah mengkonfirmasi ada 37 mantan narapidana kasus korupsi dan mantan narapidana lain yang diloloskan menjadi bakal caleg. Bawaslu meminta seluruh mantan narapidana itu dimasukkan dalam DCT Pemilu 2019.
Wahyu melanjutkan, KPU prinsipnya akan melaksanakan putusan MA yang juga sejalan dengan putusan Bawaslu soal mantan narapidana kasus korupsi. Namun, aturan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bakal caleg, seperti syarat administrasi dan syarat calon masih berlaku.
"Sehingga kami akan memberikan waktu yang cukup kepada mereka sebagai konsekuensi logis dari putusan MA. Untuk melengkapi persyaratan itu jika memang masih mau dilengkapi," tambah Wahyu.
Sebelumnya, Wahyu mengatakan, pihaknya akan secara resmi menetapkan calon presiden dan calon presiden (capres-cawapres) Pemilu 2019 pada Kamis (20/9). Selain menetapkan dua pasangan capres-cawapres, KPU juga akan menetapkan daftar calon tetap (DCT) untuk calon anggota DPD, caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
"Kami akan melakukan penetapan pasangan capres-cawapres serta DCT Pemilu 2019 pada Kamis sore," ungkap Wahyu. Agenda penetapan itu, rencananya digelar sejak pukul 16.00 WIB di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Sementara itu, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan ada 37 mantan narapidana yang sudah diloloskan menjadi bakal caleg berdasarkan putusan sengketa penetapan DCS Pemilu 2019. Bawaslu menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut putusan MA atas nasib tiga mantan narapidana tersebut.
"Yang lolos sengketa itu ada 37 orang. Di antara 37 mantan narapidana yang lolos itu, tiga orang merupakan calon anggota DPD," ujar Fritz kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9).
Dengan demikian, ada 34 orang mantan narapidana yang mendaftar sebagai bacaleg DPRD provinsi, kabupaten dan kota yang sudah diloloskan Bawaslu. Fritz menegaskan jika 37 orang ini tidak hanya terdiri dari mantan narapidana korupsi.
"Campuran ya, baik mantan narapidana korupsi maupun mantan narapidana lainnya (kejahatan seksual kepada anak dan bandar narkoba)," tutur dia.
Dengan adanya putusan MA yang mengizinkan mantan narapidana korupsi, mantan narapidana bandar narkoba dan mantan narapidana pelaku kejahatan seksual kepada anak yang, KPU harus melakukan tindak lanjut. Tindak lanjut yang dimaksud yakni meneruskan pelaksanaan putusan Bawaslu dan jajarannya di daerah yang meloloskan 37 mantan narapidana menjadi bakal caleg.
"KPU sudah terima salinan putusan MA itu pada Senin (17/9) malam Saya rasa KPU sudah punya dasar untuk melaksanakan putusan itu. Sekarang bola ada di KPU," tegas Fritz.
Baca juga:
- Mendukung Upaya Memberi Tanda pada Caleg Eks Koruptor
- Gerindra Nilai Penandaan Caleg Eks Koruptor Melanggar HAM
- Golkar Minta Penandaan Caleg Eks Koruptor tak Melawan UU
Tanda di surat suara
Muncul desakan dari koalisi masyarakat sipil agar KPU memberikan tanda bagi caleg eks koruptor di surat suara pemilu. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya belum memastikan akan menggunakan opsi menandai surat suara caleg yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Selain opsi tersebut, KPU masih mempertimbangkan untuk mengumumkan caleg mantan narapidana korupsi di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Wahyu, pada dasarnya KPU memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi tentang para caleg kepada masyarakat. Informasi tersebut sekaligus berupa data diri dan rekam jejak para caleg.
"Namun, bagaimana kami akan melakukan pengumuman kepada masyarakat soal para caleg dan caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi ini yang kami belum memutuskan. Kami baru akan membahasnya dalam pleno KPU," ujar Wahyu ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Wahyu melanjutkan, saat ini KPU punya dua opsi untuk menginformasikan caleg mantan narapidana korupsi kepada masyarakat. Opsi pertama, diberi tanda di surat suara khusus bagi para caleg yang merupakan mantan narapidana korupsi saja.
Opsi kedua, surat suara tidak diberi tanda apapun, tetapi para mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg akan diumumkan di masing-masing TPS. Pengumuman dilakukan di TPS yang berapa di daerah pemilihan (dapil) para caleg mantan narapidana korupsi itu. Namun, Wahyu menegaskan jika kedua opsi itu sama sekali belum dibahas dalam pleno KPU.
"Sifatnya baru opsi berupa formula yang demikian. Tetapi opsi ini belum dibahas dan belum menjadi putusan kami," ucapnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penuh usulan opsi menandai surat suara caleg yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, adanya tanda tersebut bisa menjadi informasi ihwal rekam jejak para calon anggota legislatif kepada para pemilih.
"Sepanjang tidak melanggar ketentuan informasi tambahan tentang rekam jejak seseorang itu baik walau masyarakat juga sudah paham tentang siapa yang akan dipilihnya," kata Saut saat dikonfirmasi, Rabu (19/9).
Menurut Saut, adanya tanda tesebut akan sangat membantu masyarakatdalam memilih wakilnya di parlemen. "Dengan tanda itu pemilih kemudan terinformasi kemudian memilih atau tidak," ujarnya.
[video] ‘Caleg Jadi Hak Koruptor Itu Salah Besar’