REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan terus menjaga kekuatan fundamental ekonomi Indonesia untuk menghadapi dinamika keuangan global. Seperti diketahui, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) telah menaikkan suku bunga acuannya menjadi berkisar 2 hingga 2,25 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, langkah The Fed tersebut sudah sesuai prediksi. "Pemerintah akan tetap menjaga fundamental kita cukup kuat terus menerus dari sisi kemampuan kalau ada perubahan yang kita semua sebetulnya sudah membacanya," kata Sri usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata III di Jakarta, Kamis (27/9).
Sri mengaku sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed yang akan mencapai empat kali tahun ini. The Fed juga diprediksi akan menaikkan suku bunga kembali pada tahun depan untuk menuju level 3 persen.
"Itu berarti dari sisi perekonomian, kita harus melihat sensitivitasnya pada kegiatan ekonomi," kata Sri.
Sri akan mengantisipasi kondisi neraca modal di Indonesia yang akan terdampak pengetatan likuiditas di AS tersebut. Oleh karena itu, pemerintah akan terus menyeimbangkan tingkat defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dengan neraca modal.
"Sehingga, naik-turunnya nilai tukar maupun dari sisi cadangan devisa bisa tetap terjaga stabilitasnya ke depan," kata Sri.
Untuk diketahui, pada kuartal II 2018, CAD mencapai 8 miliar dolar AS. Sementara, surplus neraca transaksi modal dan finansial hanya sebesar 4 miliar dolar AS. Sehingga, neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami defisit sebesar 4 miliar dolar AS. Hal ini kemudian dapat berdampak pada cadangan devisa yang terus berkurang.
Sri mengakui imbas dari kebijakan The Fed akan memberikan pengaruh pada perekonomian Indonesia. Meski begitu, ia menegaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus meminimalisir guncangan.
"Kita akan menjaga jangan sampai perubahan itu menciptakan volatilitas yang terlalu besar sehingga mengganggu stabilitas," kata Sri.