REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby menilai, konflik yang terjadi di internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di beberapa daerah tak akan berpengaruh besar pada elektabilitas partai. Menurut dia,
Ia mengatakan, adanya konflik internal pasti mengganggu kerja partai. Selain itu, konflik akan berpengaruh pada elektoral PKS.
"Kalau PKS, meski elektabilitas masih di bawah parliamentary threshold (PT), kita prediksi peluang untuk lolos masih besar. Belum lagi faktor ikutan Pilpres," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (24/10).
Menurut Adjie, PKS berkesempatan mendapatkan coattail effect atau efek ekor jas dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Namun, jika konflik internal terus berkembang, kata dia, mungkin akan mengurangi soliditas partai.
"Sehingga untuk mencapai suara pemilu sebelumnya akan lebih sulit," ujar Adjie.
Konflik internal menjadi masalah besar bagi PKS dinilai karena sifat PKS sebagai partai yang tumbuh berdasarkan kaderisasi. Adjie mengtakan, kekuatan kader PKS di daerah, termasuk struktur dan caleg partai, sangat penting dalam menjalankan mesin partai.
Jika ada letupan seperti ini, kata dia, pasti akan mengganggu fokus dan soliditas partai dalam menghadapi pemilu. Ia menambahkan, meski PKS memiliki banyak kader yang bisa direkrut untuk masuk struktur, konflik yang terjadi menjelang pemilu akan bersampak besar.
"Misalnya terjadi jauh sebelum pemilu, PKS masih punya waktu untuk melakukan konsolidasi. Ini kan terjadi enam bulan sebelum pemilu, sehingga sangat riskan," ungkap dia.
Adjie mengakui, adanya konflik internal PKS di berbagai daerah merupakan buntut dari dualisme di tubuh partai itu. Dalam pandangan masyarakat awam, PKS saat ini terbelah menjadi kubu Sohibul Iman dan kubu Anis Mata.
"Dua kelompok ini kan masih punya akar di daerah-daerah. Ini bisa diatasi jika level atasnya melakukan rekonsiliasi. Mungkin itu akan meminimalisir," kata dia.