Rabu 31 Oct 2018 11:10 WIB

Eksekusi Mati TKW Kerap Timbulkan Pemiskinan ke Keluarga

Keluarga TKW bahkan bisa menjadi korban politisasi yang merugikan.

Red: Indira Rezkisari
Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Arab Saudi mengisi formulir pendataan di Kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak, Pontianak, Kalbar, Kamis (12/11).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Arab Saudi mengisi formulir pendataan di Kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak, Pontianak, Kalbar, Kamis (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai hukuman mati pada buruh migran Indonesia (BMI) akan besar dampaknya terhadap psikologis keluarganya terdakwa di Tanah Air. Hal ini disampaikan dalam pernyataan resmi di Jakarta, Rabu (31/10), menanggapi hukuman mati yang menimpa buruh migran asal Majalengka, Tuti Tursilawati di Arab Saudi beberapa hari lalu.

Komisioner Komnas Perempuan Taufiek Zulbahary dalam pernyataan resminya, mengatakan berdasarkan penelitian Komnas Perempuan pada 2016 terhadap keluarga buruh migran yang didakwa hukuman mati, seringkali terjadi pemiskinan terhadap keluarga di Tanah Air. Penyebabnya adalah hilangnya harta benda untuk penyelamatan anggota keluarga yang terancam hukuman mati.

"Sejarah terdakwa juga seringkali sudah 'dimatikan' sebelum kematian biologis untuk menghadapi situasi buruk sebagai bentuk pertahanan diri keluarga. Keluarga di Tanah Air juga sakit-sakitan dan meninggal lebih awal," kata Taufiek.

Ia mengatakan tidak jarang juga terjadi konflik keluarga karena saling menyalahkan, merasa bersalah akibat tidak mampu melindungi. Lalu trauma pada beberapa alat yang dapat memicu ingatan buruk tentang eksekusi mati yang menimpa keluarganya.