REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya tidak melakukan intervensi atas putusan pemberhentian penanganan kasus iklan Jokowi-Ma'ruf di media cetak. Menurut Wahyu, KPU sebagai saksi ahli sudah menyampaikan klarifikasi sesuai permintaan.
"Kami tidak dalam posisi intervensi keputusan sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu). Namun, kami berikan data dan informasi jadwal, tahapan, program pemilu khususnya tahapan kampanye. Soal putusan Gakkumdu sebaiknya ditanya lebih lanjut pertimbangannya kepada mereka," jelas Wahyu ketika dihubungi wartawan Rabu (11/3).
Meski demikian, Wahyu juga mengungkapkan rencana KPU untuk membuat jadwal fasilitasi kampanye di media massa. Sebab, menurutnya, jadwal fasilitasi tersebut sampai saat ini belum ada. "Nanti jadwal fasilitasi ini paling lambat kami buat pada 2019. Jadi sebelum Maret tahun depan sudah ada," kata Wahyu.
Sebelumnya, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengakui jika ada perbedaan sikap antara pihaknya dengan kepolisian dan kejaksaan dalam penanganan kasus iklan sumbangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Dengan adanya perbedaan ini, sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan Bawaslu memutuskan menghentikan kasus dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal ini.
Menurut Ratna, pandangan hukum Bawaslu dalam kasus ini yakni iklan sumbangan yang ada di Media Indonesia pada 17 Oktober lalu merupakan bentuk kampanye di luar jadwal. "Sebab, sekalipun KPU belum mengeluarkan aturan kampanye di media massa, tapi sudah mengatur jadwal kampanye di media massa sebagaimana tahapan, program dan jadwal Pemilu 2019 yang tertuang pada PKPU Nomor 32 Tahun 2018," jelas Ratna kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu.
Berdasarkan jadwal itu, kampanye di media massa hanya boleh dilakukan selama 21 hari menjelang masa tenang Pemilu 2019. Artinya, iklan kampanye di media massa hanya boleh dilakukan sejak 24 Maret 2018 sampai 13 April 2018.
Dengan demikian, Bawaslu tetap menegaskan jika iklan sumbangan di Media Indonesia itu merupakan kampanye di luar jadwal. Sementara itu, kepolisian dan kejaksaan berkesimpulan bahwa iklan Jokowi-Ma'ruf bukan merupakan tindak pidana pemilu.
"Kelanjutannya ada di kepolisian dan kejaksaan. Kalaupun kami katakan kasus itu (harus) diusut, tetapi kemudian kepolisan dan kejaksaan menyatakan tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu, maka tidak bisa kami teruskan karena proses penyidikan pasti tidak akan dilakukan (oleh kepolisian)," tegasnya.
Sementara itu, Kasubdit IV Politik Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Djuhandani, mengatakan kasus dugaan pelangggaran kampanye berupa iklan Jokowi-Ma'ruf Amin belum memenuhi unsur pidana pemilu. Alasannya saat ini belum ada ketetapan tentang jadwal kampanye di media massa yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Djuhandani menjelaskan pada pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tentang pidana bagi setiap orang yang melakukan kampanye di luar jadwal sebagaimana ditetapkan oleh KPU. "Artinya, kita kan harus ada ketetapan itu. Sementara KPU kami tanya apakah nanti akan ditetapkan jadwal kampanye media? Jawabannya iya, nanti akan dibuat (ketetapan itu)," ujar Djuhandani kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu.
Karena itu, sebagai penyidik, kepolisian melihat unsur belum adanya ketetapan itu. Maka kepolisian pada akhirnya menyatakan unsur pidana kasus ini belum terpenuhi. "Karena yang mendukung unsur (pidana) ini tentu saja kami butuh ketetapan. Kemudian dijelaskan kembali dalam pasal 492 itu bahwa untuk setiap peserta pemilu, artinya setiap peserta pemilu nanti akan dibagi-bagi (ketetapan jadwalnya). Jadi kita tidak boleh lepas dari peraturan dalam pasal ini," katanya.
Lebih lanjut Djuhandani menjelaskan bahwa pihaknya dan kejaksaan sudah melakukan koordinasi selama penanganan kasus ini. Salah satu yang menjadi fokus kedua lembaga itu yakni tentang ketetapan jadwal kampanye yang dikeluarkan oleh KPU.
"Karena jadwal kampanye belum dibuat, maka saya nyatakan unsur ini (pidana pemilu) belum terpenuhi," tegasnya.
Sejalan dengan Djuhandani, Anggota Satgas Direktorat kamnit TPUL Jampidum Kejagung, Abdul Rauf, menjelaskan secara rinci tentang belum terpenuhinya unsur pidana pemilu dalam kasus iklan Jokowi-Ma'ruf di media cetak. Menurut dia, sebagaimana pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ada sejumlah poin tentang pidana yang terpenuhi.
"Pada poin 'setiap orang' ada terpenuhi unsurnya. Kemudian 'dengan sengaja' terpenuhi. Lantas ada poin 'melakukan kampanye di luar jadwal' , mana yang ditetapkan oleh KPU? itu tidak terpenuhi," ujar Rauf.
Menurutnya, jika ada poin yang tidak terpenuhi dan kasus ini tetap dilanjutkan, justru akan melanggar hukum. "Sebab faktanya ahli dari KPU menyatakan seperti itu (belum ada ketetapan). Lalu kami berpatokan ke mana ? Sebab keterangan ahli itu merupakan urutan kedua yang bisa dijadikan rujukan setelah saksi ahli," tegasnya.
Rauf juga mengakui jika dalam pembahasan sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) terjadi perbedaan pendapat antara Bawaslu dengan kejaksaan dan kepolisian. Namun, hal itu disebutnya wajar.
"Itu manusiawi. Karenanya, saya tetap menyampaikan bahwa dalam kasus perkara ini, bukan merupakan tindak pidana," tambah Rauf.
Sebelumnya, kasus dugaan pelangggaran kampanye dalam bentuk iklan sumbangan di media cetak oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf amin secara resmi dihentikan penangananya. Pihak kepolisian dan kejaksaan menyatakan bahwa kasus ini bukan merupakan tindak pidana pemilu.
Untuk diketahui, iklan di Media Indonesia tersebut memuat foto Jokowi dan Ma'ruf Amin dan slogan kampanye mereka. Selain itu, iklan juga memuat nomor rekening yang mengatasnamakan TKN Jokowi-Ma'ruf dengan alamat sebuah bank cabang Cut Meutia, Menteng.
Nomor telepon untuk donasi tersebut juga dicantumkan dalam iklan. Jika ditilik dari materinya, iklan bertujuan menyampaikan informasi alamat untuk menyalurkan donasi kepada TKN Paslon Capres-cawapres tersebut
Dalam menangani kasus ini, Bawaslu sudah meminta keterangan pihak pelapor, KPU sebagai saksi ahli, bagian marketing dan iklan Harian Media Indonesia, bagian legal Harian Media Indonesia dan TKN Jokowi-Ma'ruf.