Kamis 15 Nov 2018 04:10 WIB

Ini Dua Wilayah di Jabar yang tidak Rawan Longsor

Hanya Kota Depok dan Bekasi wilayah di Jabar yang tidak rawan longsor.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Longsor (Ilustrasi)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Longsor (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jawa Barat memiliki potensi terjadinya bencana longsor dan pergerakan tanah dengan kategori tinggi. Menurut Kepala BPBD Jabar Dicky Saromi, dari 27 kota/kabupaten yang ada, hanya Kota Depok dan Kota Bekasi yang tidak termasuk dalam rawan bencana pergerakan tanah.

"Di November ini, berdasarkan data PVMBG sekitar 70 persen rawan longsor atau sekitar 1 juta hektare lahan di Jabar rawan longsor," ujar Dicky, di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/11).

Menurut Dicky, wilayah selatan dan tengah Jawa Barat termasuk daerah yang memiliki potensi bencana longsor dengan kategori tinggi. Merujuk peta zona kerentanan gerakan tanah 25 daerah di Jabar termasuk rawan bencana longsor.

Sementara berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) pada bulan November ini sebanyak 428 kecamatan di Jawa Barat (68,26 persen) berada dalam kategori menengah sampai tinggi gerakan tanah.

"Hanya dua kota tidak rawan longsor yakni Depok dan Bekasi. Sisanya kategori sedang dan tinggi," katanya.

Tingginya potensi bencana longsor di Jabar, kata dia, terjadi karena beberapa hal. Selain kondisi geografis yang berbukit, kondisi lingkungan yang mulai berubah akibat pembangunan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana.

"Ini terjadi karena pembangunan, intensitas hujan (yang tinggi) dan penyebab lainnya," katanya.

Selain bencana longsor, pihaknya juga menyebut ada 13 kabupaten/kota yang berpotensi tinggi terjadi banjir. Daerahnya Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Kota Bandung dan Kota Cirebon.

Untuk meningkatkan kewaspadaan akan bahaya bencana, kata dia, pihaknya  telah menetapkan status bencana banjir dan longsor sejak 1 November 2018-31 Mei 2019. Penetapan status tersebut berdasarkan SK Gubernur Jabar Nomor 362/Kep.1211-BPBD/2018.

"Perlu kesiapsiagaan saat memasuki awal musim di Oktober-November dan saat puncak musim hujan di Januari 2018. Maret-April 2019 terkait potensi gerakan tanah, bencana banjir dan bandang," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement