REPUBLIKA.CO.ID, DKI Jakarta sedang berupaya mengantisipasi bencana banjir di sejumlah titik. Salah satunya daerah rawan genangan dan banjir di RW 03, RW 04, dan RW 12 Kelurahan Cipinang Melayu Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
Menurut UP Data dan Informasi Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, wilayah tersebut sudah 10 kali mengalami genangan dan banjir dari pertengahan 2017 hingga 2018. Data itu belum termasuk kejadian banjir pada Ahad (11/11) lalu.
"Iya waktu itu banjir, sekitar sorenya tetapi di jalan saja. Malamnya sudah surut lagi," ujar Indah (41), salah satu warga RT 13 RW 03 Kelurahan Cipinang Melayu ditemui Republika di kediamannya, Kamis (15/11).
Salah satu warga yang tinggal di pinggiran sungai di RT 13 RW 03 Kelurahan Cipinang Melayu, Eka (50 tahun) mengaku setuju dengan adanya pembangunan tanggul di Cipinang Melayu. Termasuk apabila rumahnya menjadi bagian dari pembebasan lahan.
Menurut dia, hal itu demi wilayahnya yang harus bebas banjir. Akan tetapi, menurut dia, harga kompensasi pembebasan lahan juga harus sesuai. "Harganya juga harus sesuai, biar warga enggak merasa dirugikan juga," tutur Eka.
Senada diungkapkan Ketua RW 03 Kelurahan Cipinang Melayu, Muchtar Usman. Ia mengatakan, apabila ada pembebasan lahan untuk pembangunan tanggul, maka perlu sosialisasi kepada warga. Menurutnya hal itu agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. "Prinsipnya warga berharap tidak ingin banjir lagi," kata Muchtar.
Ia mengaku khawatir pemberian batu bronjong dan karung pasir tidak sepenuhnya menghalau luapan air sungai. Muchtar meminta, agar pihak terkait juga bisa mengeruk sungai. Sebab, lumpur tersebut sudah membuat kedalaman sungai berkurang drastis.
"Kami meminta sungainya dikeruk juga biar nampung air hujannya lebih banyak. Kalau batu sama pasir itukan bisa saja airnya masih lolos ke permukiman warga," tambah dia.
Pembangunan tanggul berupa karung pasir dan batu bronjong memang merupakan salah satu cara Pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi datangnya banjir di wilayah-wilayah rawan banjir.
"Ini batu bronjong untuk antisipasi banjir. Kalau air kalinya meluap nanti bisa ketahan enggak ke rumah warga," kata salah satu petugas Sukdin SDA Pepen Bahrudin di kawasan RW 04 Kelurahan Cipinang Melayu kepada Republika.
Sementara itu, Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Teguh Hendrawan mengatakan, Cipinang Melayu merupakan salah satu titik program normalisasi sungai yang belum tuntas. Ia menyebut, pihaknya berupaya menuntaskan pembebasan lahan guna pembangunan tanggul di wilayah tersebut tahun ini.
"Karena Bukit Duri sudah oke, sudah kami bebaskan lahan. Nanti di Cipinang Melayu ini belum jalan. Makanya saya katakan tahun ini harus tuntas," kata Teguh.
Ia menjelaskan, selain anggaran yang menjadi kendala pembangunan tanggul, perlu juga kesiapan warga sekitar. Menurut Teguh, terkadang warga masih melakukan penolakan terkait pembebasan lahan. Hal itu seperti mengenai harga kompensasi yang ditawarkan pemerintah tidak sesuai yang diinginkan warga.
"Belum lagi klaim dari pihak ahli waris, belum lagi gugatan-gugatan hukum lainnya yang perlu proses panjang. Kami bisa saja melakukan koordinasi," jelas dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Ahad (11/11) malam melakukan inspeksi ke kawasan Cipinang Melayu dalam rangka persiapan musim hujan. Anies menceritakan, warga sekitar mengatakan bahwa pembangunan tanggul berhenti sejak 2014.
Oleh karena itu, pihaknya langsung menginstruksikan jajaran untuk membangun tanggul sementara. "Malam ini ada limpahan air dari hulu, untungnya tanggul sementara sudah terbangun setinggi satu meter sehingga luapan air tidak banyak," tulis Anies melalui akun Instagram resminya di @aniesbaswedan, Ahad (11/11).
Ia menambahkan, pihaknya akan meneruskan pembangunan tanggul sementara sampai setinggi dua meter. Menurut dia, hal tersebut merupakan bagian dari mitigasi untuk mencegah banjir berulang di Cipinang Melayu akibat limpahan air dari hulu.