REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menilai, respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kasus yang dialami Baiq Nuril sudah tepat. Menurutnya, respons itu telah sejalan dengan prinsip penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Saran Presiden Jokowi agar Baiq mengajukan peninjauan kembali dan mengirim permohonan grasi bukanlah intervensi hukum, tapi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya," kata Karding di Jakarta, Rabu (21/11).
Karding menilai, Jokowi menaruh perhatian besar terhadap kasus hukum yang dialami Baiq. Menurutnya, Presiden menilai, Baiq sebagai korban semestinya mendapat perlindungan, bukan disalahkan, melainkan Presiden tetap tidak bisa mengintervensi proses hukum Baiq.
"Presiden ingin Baiq mendapat keadilan tanpa ada intervensi darinya," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja itu.
Karding mengatakan, Presiden Jokowi sangat serius memperjuangkan hak dan perlindungan terhadap perempuan perlu mendapatkan afirmasi atau perhatian khusus. Menurutnya, perhatian dan komitmen Jokowi, misalnya, tampak dari jumlah menteri perempuan di Kabinet Kerja.
Karding mencontohkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.
"Karena itu, kasus yang dialami Baiq, kata Karding, turut meningkatkan komitmen Presiden dalam upaya melindungi perempuan dari kekerasan, pelecehan, dan ketidakadilan. Presiden selama pemerintahannya sangat concern terhadap perlindungan dan pemberdayaan perempuan," ujarnya.
Selain itu, dia menilai, kasus Baiq harus menjadi pembelajaran dan "Pekerjaan Rumah" seluruh masyarakat karena menunjukkan sensitivitas penegak hukum dalam melindungi perempuan belum sepenuhnya memadai. Menurut Karding, hukum tidak hanya bisa dilihat dari sisi prosuduralnya, tetapi yang tidak kalah penting adalah subtansinya, yaitu keadilan dan kemanusiaan.
"Siapa pun tidak bisa mengerti pelaku yang melecehkan Baiq secara verbal dibiarkan tapi Baiq yang menjadi korban pelecehan malah dihukum," katanya.
Karding mengatakan, perbaikan hukum Indonesia akan terus ditingkatkan pemerintahan Jokowi salah satunya dengan meningkatkan kapasitas dan sensitivitas aparat penegak hukum terhadap isu-isu kelompok rentan kekerasan, seperti perempuan dan anak.
Baca juga: Baiq Nuril: Terima Kasih Presiden Dukung Saya Cari Keadilan
Sebelumnya, terpidana kasus ITE, Baiq Nuril Maknun menyampaikan rasa terima kasih atas perhatian dan kepedulian yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kasus yang menimpanya. Baiq Nuril juga berterimakasih kepada seluruh masyarakat yang telah memberikan dukungan untuk dirinya.
"Saya menyampaikan rasa terima kasih pada Presiden yang sudah mendukung saya untuk mencari keadilan," kata Nuril di Mataram, Selasa (20/11).
Baiq Nuril didampingi kuasa hukumnya, Joko Dumadi dan Hendro Purba, menyampaikan itu dalam jumpa pers di gedung Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram). Hadir bersama Nuril, anggota DPR RI dari PDIP Rieke Diah Pitaloka.
Nuril mengatakan, berita tentang penundaan eksekusi dirinya yang dikeluarkan Kejaksaan Agung merupakan bentuk dukungan morel dari Presiden Jokowi dan banyak masyarakat Indonesia yang sudah peduli pada dirinya. "Saya tidak bayangkan, tanpa dukungan semua pihak, pasti saya akan sulit mendapatkan keadilan yang sebenarnya," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, Baiq Nuril masih bisa melakukan upaya hukum dengan mengajukan proses Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Jokowi mengatakan, proses hukum melalui PK tersebut perlu dilakukan untuk mencari keadilan bagi Baiq Nuril. Ia pun mengaku mendukung upaya Baiq Nuril untuk mencari keadilan hukum baginya.
"Namun, dalam mencari keadilan Ibu Baiq Nuril masih bisa mengajukan upaya hukum yaitu PK," ujar Jokowi di pasar tradisional Sidoharjo, Kabupaten Lamongan, Senin (19/11).
Jokowi berharap, melalui proses PK tersebut, nantinya Mahkamah Agung dapat memutuskan kasus ini dengan adil. "Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nurul mencari keadilan," ucapnya.
Kendati demikian, jika dalam proses pengajuan PK nanti Baiq Nuril dinilai tidak mendapatkan keadilan, ia menegaskan, Baiq Nuril dapat mengajukan grasi kepada Presiden.
"Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden," ujarnya.
Ia menegaskan, Presiden hanya dapat membantu kasus Baiq Nuril jika telah mengajukan grasi. Selama masih proses hukum, lanjutnya, Presiden tak bisa mengintervensi putusan hukum.
Namun, Jokowi juga mengingatkan masyarakat harus menghormati proses hukum dalam kasus ini. "Sebagai kepala pemerintahan, saya tidak mungkin, tidak bisa intervensi putusan tersebut. Ini harus tahu. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke Presiden nah nanti itu bagian saya," ujarnya.
Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, merekam pembicaraannya dengan mantan kepala sekolahnya pada 2017 lalu yang berisi cerita hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan resminya. Nuril merekam percakapan tersebut sebagai cara untuk melindungi dirinya serta bukti bahwa dia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku.
Nuril dilaporkan pimpinannya itu karena dituduh menyebarkan rekaman tersebut. Di persidangan, terungkap bahwa tidak ada unsur kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang dituduhkan. Majelis hakim pada persidangan 2017 lalu menyatakan yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
PN Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah. Jaksa mengajukan kasasi ke MA atas vonis tersebut yang memutuskan Nuril bersalah dengan hukuman penjara selama enam bulan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.