REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis HAM Papua Natalius Pigai menilai pembantaian 19 pekerja PT Istaka Karya di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, berkaitan dengan keterlibatan TNI AD dalam pembangunan ruas jalan yang menghubungkan Wamena dan Nduga. Menurutnya, amat berbahaya jika tentara dilibatkan di daerah tersebut.
"Kalau tentara yang bangun, pasti pembangunannya akan terganggu. Makanya terjadi peristiwa ini. Karena saya tahu, (keterlibatan TNI AD) ini sangat berbahaya. Jangan main-main. Ini daerah pedalaman," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/12).
Pigai menjelaskan, bahaya tersebut bukan terhadap tentara melainkan karyawan yang mengerjakan pembangunan. Sebab, karyawan di sana akan dianggap sebagai bagian dari TNI AD, atau sebagai mata-mata mereka. "Tentara mah punya senjata, tapi kan karyawannya itu yang bisa kena bahaya, apalagi di daerah pedalaman," paparnya.
Pigai mengaku sempat memperingatkan pemerintah saat akan melibatkan TNI dalam pembangunan jalan Trans Papua di ruas jalan Wamena-Nduga. Sejak Orde Baru sampai era reformasi, kata dia, tentara pun tidak pernah ikut membangun jalan di Papua. "Sudah saya ingatkan, ini sensitif, ini berbahaya," ujarnya.
Menurut Pigai, sebetulnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak menyerang warga sipil. Dia menjelaskan, di Papua itu banyak warga pendatang, mulai dari Jawa hingga Sumatera. Warga sipil ini akrab bergaul dengan orang-orang OPM.
"Dari saya lahir sampai sekarang belum pernah saya dengar. Baru saya dengar kali ini, ya meski ini ada perdebatan sipil atau tentara (yang dibunuh), kita enggak tahu tapi rata-rata banyak orang bilang sipil," kata anggota Komnas HAM periode 2012-2017 itu.
Namun, papar Pigai, karena OPM menilai bahwa ruas jalan yang menghubungkan antara Wamena dan Nduga itu dibangun oleh tentara, maka semua yang mengerjakan jalan tersebut dianggap bagian dari militer atau kelompok yang sedang memata-matai.
"Mereka (OPM) yakin mereka menjalankan spionase karena jalan itu dibangun oleh TNI Angkatan Darat. Ya mereka (OPM) eksekusi itu," jelas dia.
Kondisi di Papua, menurut Pigai, seperti wilayah perang di Suriah, Irak, ataupun Afghanistan. Hanya perusahaan papan atas yang berani membangun proyek di wilayah perang karena punya upeti yang siap diberikan kepada kelompok pemberontak.
"Perusahaan minyak di Afghanistan, Suriah atau Irak, kalau ada yang mau berontak kan dia beri duit, kelompok musuh juga dikasih duit makanya aman-aman saja perusahaannya," papar dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, menyebutkan, jumlah korban meninggal dunia dari pembunuhan di Nduga, Papua, berjumlah 19 orang. Ia menyebutkan, enam dari 25 orang karyawan PT Istaka Karya yang ditahan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) berhasil melarikan diri, tapi dua orang di antaranya kini masih belum ditemukan.
"Bukan 31 ya, tapi dari 25 yang mereka tahan. Mereka melakukan penembakan yang sangat brutal," ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (5/12).
Ia menyebutkan, dari 25 orang tersebut, ada enam orang bisa melarikan diri. Sementara, 19 orang lainnya ditembak dan meninggal dunia. Dari enam orang tersebut, empat orang berhasil diselamatkan pasukan gabungan TNI-Polri dan dua orang lainnya masih belum ditemukan.
"Empat bisa diselamatkan oleh pasukan kita dan dua sedang dilakukan pencarian," kata Wiranto.