REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Djoko Suceno
Menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, tidak membuat Andri Rahmat menderita. Tahanan pendamping narapidana kasus korupsi Bakamla, Fahmi Darmawansyah, itu malah mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Di dalam lapas yang menampung narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) itu, Andri bisa menjalankan bisnis yang menggiurkan, yaitu renovasi kamar sel. "Semua renovasi kamar melalui saya," kata Andri di Pengadilan Tipikor Kota Bandung, Rabu (12/12).
Andri dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perdana Fahmi Darmawansyah, terdakwa suap terhadap mantan kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein. Andri merupakan narapidana kasus pembunuhan dengan hukuman 17 tahun penjara.
Saat Fahmi masuk lapas itu pada 2017 lalu, ia kemudian menjadi tahanan pendamping sekaligus asisten pribadi Fahmi. Di posisi itu, Andri mendapatkan gaji Rp 1,5 juta.
Andri mengungkapkan, jasa renovasi dibanderol Rp 100 juta per kamar. Renovasi itu dari mulai perbaikan tembok rapuh, mengantisipasi kebocoran di dalam kamar, hingga penambahan fasilitas lain.
Mendengar keterangan Andri, jaksa penunutut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencoba menggali lebih jauh. Menurut jaksa, Rp 100 juta merupakan nominal besar, sementara yang direnovasi hanya kamar kecil. JPU menganggap itu tidak masuk akal.
Menurut dia, anggaran itu besar karena akan dibagi-bagi. Renovasi keramik hingga perbaikan tembok, kata dia, hanya menelan biaya Rp 35 juta. Kemudian, Rp 25 juta akan diberikan kepada Kepala Pengamanan Lapas (KPLP) Sukamiskin. Sisa Rp 40 juta masuk ke kantong Andri.
Andri pun mengungkap peran Fahmi dalam bisnis tersebut. Menurut dia, Fahmi menjadi pengelola keuangan dari para napi yang belum percaya uang untuk renovasi dipegang Andri.
Selain itu, Fahmi juga menjadi perantara renovasi antara Andri dan napi yang ingin renovasi. Setelah uang terkumpul, ada pembagian hasil antara Andri dan Fahmi. Namun, ia tidak menjelaskan secara terperinci terkait pembagian uang tersebut.
"Bayar sama saya itu belum percaya. Terus tahu Fahmi karena saya tamping (tahanan pendamping) Fahmi, jadi orang mau bayar bangunan renovasi ke Fahmi. Garis besarnya orang belum percaya kasih uang ke saya, jadi lapor ke Fahmi," katanya.
Andri juga mengatakan, fasilitas mewah bagi sejumlah narapidana bukan hanya ketika Wahid Husein menjabat sebagai kepala lapas. Menurut dia, beberapa narapidana kasus tipikor sudah lama mem bangun fasilitas mewah itu. Kebiasaan itulah yang kemudian menjadi ladang jual beli.
Fahmi, kata dia, membeli kamar mewah kepada tahanan yang menghuni sebelumnya. Namun, Andri tidak menyebut siapa tahanan yang sebelumnya menghuni kamar itu. "Datang ke situ sudah beli kamar, jual beli kamar. Yang pulang (selesai masa tahan an) dijual kepada Pak Fahmi," kata dia. n antara ed: ilham tirta