Selasa 08 Jan 2019 20:24 WIB

Israel Tangkap Warga Palestina dengan Tuduhan Tembak Tentara

Barghouti dituduh menembak mati dua tentara Israel.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Pasukan Infantri Israel.
Foto: Reuters/Baz Ratner
Pasukan Infantri Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pasukan Israel telah menangkap seorang warga Palestina, Assam Barghouti, yang dituduh menembak mati dua tentara Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Desember lalu. Barghouti juga dituduh terlibat dalam serangan lain yang menyebabkan kematian calon bayi yang belum lahir.

Aljazirah melaporkan, Barghouti dituduh menembak tentara di sebuah halte dekat pemukiman ilegal Ofra di Ramallah pada 13 Desember. Sedikitnya dua orang lainnya, termasuk satu tentara, dilaporkan terluka.

Menurut pernyataan intelijen Israel, Shin Bet, Barghouthi juga terlibat dalam penembakan dari dalam mobil di daerah yang sama pada 10 Desember, yang melukai seorang perempuan hamil.

Adik laki-laki Barghouthi, Salah, yang diduga berada di belakang serangan itu, ditembak mati oleh pasukan Israel dalam upaya penangkapannya di pekan yang sama. Shin Bet mengatakan telah menangkap Barghouti di Desa Abu Shkheidum di barat laut Ramallah, di salah satu rumah rekannya.

Pihak berwenang mengatakan mereka menemukan senapan Kalashnikov, amunisi, dan alat penglihatan malam. Menurut mereka, Barghouti sedang merencanakan serangan lebih lanjut terhadap sasaran Israel.

Menurut laporan Israel, penangkapan itu adalah operasi gabungan yang melibatkan tentara Israel, Shin Bet, dan polisi Israel. Lebih dari 100 warga Palestina telah ditangkap dalam operasi perburuan selama sebulan, termasuk saudara laki-laki Barghout yang berusia 17 tahun, Mohammed.

Barghouti telah menghabiskan 11 tahun di penjara-penjara Israel dan dibebaskan pada April 2018. Ayahnya, Omar Barghouti, telah menghabiskan total 28 tahun tanpa dakwaan di penjara-penjara Israel.

Pada 21 Desember, pasukan keamanan Israel melakukan pengukuran di rumah keluarga Barghouti di desa Kobar dalam persiapan untuk menghancurkannya. Kebijakan itu telah dikecam oleh organisasi HAM internasional dan disebut sebagai hukuman kolektif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement