REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lokasi penemuan kotak hitam cockpit voice recorder (CVR) pesawat Lion Air PK-LQP berada tak jauh dari lokasi penemuan kotak hitam flight data recorder (FDR). CVR yang baru ditemukan pagi ini itu berada di radius 10 meter dari lokasi ditemukannya FDR.
"Tidak jauh, masih dalam radius tempatnya kita yang lalu pernah mencari waktu penemuan FDR. Masih dalam satu lokasi radius kurang lebih sekitar 10 meteran," ujar Panglima Koarmada I, Laksamana Muda TNI Yudo Margono, Senin (14/1).
Yudo menjelaskan, pencarian CVR yang lokasinya ternyata tak jauh dari tempat ditemukannya FDR cukup memakan waktu karena CVR sudah masu ke dalam lumpur. Menurutnya, FDR saat ditemukan tidak begitu masuk ke dalam lumpur seperti CVR.
"Di kedalaman 30 (meter) dan ternyata ada koreksi, yang awalnya delapan meter di bawah lumpur, ternyata hanya 20 cm dari lumpur," jelasnya.
Sebelumnya, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) berhasil menemukan cockpit voice recorder (CVR) Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Tanjung Karawang beberapa waktu lalu. Penyelam yang berhasil menemukan CVR tersebut adalah Serda Ttg Satria Margono.
"KRI Spica-934 menemukan CVR pada posisi koordinat 05 48 46,503 S - 107 07 36,728 T. di perairan Tanjung Kerawang Jabar dalam rangka kegiatan pencarian CVR dan human remains pesawat Lion Air JT 610," ujar Kapushidrosal, Laksda TNI Harjo Susmoro, saat dikonfirmasi, Senin (14/1).
Ia menjelaskan, setelah diketahui posisi tersebut, tim penyelam dari Dislambair Koarmada I sebanyak 18 orang lengkap dengan peralatan scuba dan tiga orang dari Kopaska melaksanakan penyelaman dilokasi itu. Kemudian, pada pukul 08.40 WIB, penyelam atas nama Serda Ttg Satria Margono berhasil menemukan CVR tersebut.
Pushidrosal mengerahkan KRI Spica-934 yang diberangkatkan dari Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Selasa (8/01). Keberangkatan kapal survei Hidro-Oseanografi dibawah pembinaan Pushidrosal tersebut dilepas Kapushidrosal Laksda TNI Harjo Susmoro, dan Ketua KNKT Soerjanto serta para pejabat utama kedua lembaga.
Keberangkatan KRI Spica-934 yang memiliki peralatan bawah air dengan teknologi canggih ini untuk terus mencari keberadaan CVR yang sampai saat ini belum diketemukan dengan membawa alat yang lengkap seperti Multibeam Echosounder (MBES), Sub Bottom Profiling (SBP), Magnetometer, Side Scan Sonar, ADCP serta peralatan HIPAP yang mampu mendeteksi sinyal dari black box dari Lyon JT 610.
"Selain peralatan tersebut KRI Spica-934 juga membawa ABK sebanyak 55 orang, personel KNKT 9 orang, penyelam TNI AL 18 orang, serta Scientist 6 orang," jelas Harjo.
Dengan segala kekuatan yang ada, KRI Spica yang dikomandani Lekol Laut (P) Hengky Iriawan itu mempunyai waktu mencari CVR Lion Air nomor penerbangan JT-610 tersebut selama 15 hari. Mengingat, sinyal yang dipancarkan CVR selama 90 hari dan ketika itu waktu yang tersisa lebih kurang 15 hari lagi, sejak pesawat Lion Air jatuh di perairan Karawang 29 Oktober 2018 lalu.
"Pencarian selebar 5x5 meter di titik diperkirakan keberadaan CVR, yang jaraknya 50 meter di lokasi ditemukannya Flight Data Recorder (FDR). Tepat enam hari CVR tersebut berhasil diketemukan KRI Spica," tuturnya.