REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Febrianto Adi Saputro, Arif Satrio Nugroho
JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid merespons dibentuknya tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan oleh Polri. Ia berharap dibentuknya TGPF tidak ada kaitannya dengan kepentingan politik.
"Sekalipun ini menjelang Pilpres 2019, mudah-mudahan ini bukan untuk kepentingan politk dan tidak untuk kepentingan politisasi," kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/1).
Kendati langkah pembentukan TGPF tersebut terkesan lambat, ia menilai, langkah pembentukan TGPF tersebut lebih baik daripada tidak dibentuk sama sekali. Sebagai instansi penegak hukum, menurut dia, kepolisian wajib memberikan rasa aman dan adil kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Kita berharap kerjanya betul-betul transparan dan profesional dan jangan nanti hanya menghadirkan kambing hitam untuk target ini seolah-olah sudah dikerjakan, seolah-olah sudah ditangkap padahal belum," kata Hidayat.
Hidayat juga berharap TGPF bisa bekerja secara transparan membuka kasus tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kepolisian untuk melibatkan pihak lain dalam penuntasan kasus Novel, misalnya, dari Komnas HAM dan KPK.
"Sebaiknya polisi terbuka saja karena ini sudah menjadi tuntutan publik," tutur wakil ketua Majelis Syuro PKS tersebut.
Untuk diketahui TGPF itu dibentuk melalui surat yang ditandatangani Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 tertanggal 8 Januari 2019. Surat tugas tersebut berlaku selama enam bulan, mulai 8 Januari sampai 7 Juli 2019. Dalam surat tersebut ditulis bahwa Tito Karnavian sebagai penanggung jawab dengan wakil penanggung jawab Wakapolri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis berlaku sebagai ketua tim, dengan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta sebagai ketua. Sejumlah ahli yang dilibatkan dalam tim tersebut adalah peneliti LIPI Hermawan Sulistyo, Ketua Umum Ikatan Sarjana Hukum Indonesia Amzulian Rivai, Ketua Setara Institute Hendardi, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, serta komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 Nur Kholis. Dari KPK, ada lima penyidik yang dilibatkan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menjalankan rekomendasi pembentukan TGPF kasus Novel Baswedan. Namun, Komnas HAM berharap tim ini bisa bekerja dengan cepat mengungkap kasus kekerasan yang menimpa penyidik KPK ini.
"Kita berharap tim ini supaya bisa bekerja lebih solid, lebih cepat dalam mengungkap kasus siapa pelakunya, aktor intelektualnya, dan juga cerita dan misteri di balik semua ini," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Senin (14/1).
Menurut dia, selama 600 hari lebih, semua pihak telah menunggu pemerintah mengambil langkah tegas soal diungkapnya kasus kekerasan ini. Ia mengatakan, pengungkapan kasus ini bukan hanya untuk memberikan keadilan kepada Novel.
Taufan berharap dengan diurusnya pengungkapan kasus ini sebaik-baiknya dapat melindungi para pekerja yang bertugas untuk pemberantasan korupsi.
"Saya kira dengan Pak Kapolri langsung jadi penanggung jawab, ada tiga komjen jadi wakil, saya sangat berharap ini bisalah. Soal optimistis, saya tetap optimistis saja. Saya percaya tim ini akan bekerja dengan baik," kata Taufan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, Komnas HAM akan ikut mengawasi berjalannya tim ini. "Tidak mencampuri, tapi bertanya tentang perkembangannya," Taufan menjelaskan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pembentukan tim gabungan pengusutan kasus Novel Baswedan ini sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM yang keluar pada 21 Desember lalu.
"Itu rekomendasi dari Komnas HAM kepada polri agar dibentuk tim investigasi atau tim gabungan agar masalah itu selesai," kata Presiden usai peninjauan lokasi layanan konsultasi OSS di BKPM, Jakarta, Senin (14/1).
Jokowi mengatakan, dalam mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan ini, aparat penegak hukum harus memiliki bukti-bukti yang lengkap terlebih dahulu. Sebagai Presiden, ia mengaku hanya bertugas mengawasi dan mendesak agar penyelidikan kasus penyerangan Novel ini segera selesai.
Polri membantah pembentukan tim gabungan untuk mengusut kasus penyerangan Novel Baswedan berkaitan dengan isu politik, khususnya debat calon presiden. Polri mengklaim, pembentukan ini murni upaya penegakan hukum.
"Mungkin kebetulan saja dekat dengan pesta demokrasi. Tapi tidak ada kaitan sama sekali," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (14/1).
Iqbal menyampaikan pada dasarnya pembentukan tim gabungan tersebut berdasarkan pada rekomendasi Tim Pemantau Komnas HAM yang keluar pada 21 Desember 2018. Polri menindaklanjuti dengan membentuk tim pada 8 Januari 2019 atas persetujuan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Iqbal enggan menanggapi berbagai anggapan skeptis terkait pembentukan tim gabungan ini. Ia menyatakan Polri hanya fokus dalam upaya penegakan hukum.
"Saya tidak akan mengomentarinya, yang penting kami mampu, kami akan terus melakukan proses sampai kasus ini terungkap," ujarnya.
(inas widyanuratikah/antara ed: fitriyan zamzami)