REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin, Arsul Sani mengomentari keenganan Fadli Zon untuk meminta maaf terkait puisi berjudul 'Doa yang Tertukar'. Arsul menilai, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu lebih mengedepankan gengsi dan harga diri dari pada kepentingan calon presiden (capres) yang dia dukung.
Arsul berpendapat, sikap yang ditunjukan Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membawa angin segar bagi TKN. Dia mengatakan, langkah yang diambil Fadli akan memberikan dampak elektoral bagi pasangan calon (paslon) 01. "Kalau benar ia merasa seperti itu, maka ia bisa dinilai sebagai lebih menempatkan gengsi dan harga dirinya lebih tinggi dari pada kepentingan capresnya untuk mendapatkan suara di lingkungan masyarakat nahdhiyin dan santri," katanya di Jakarta, Rabu (13/2).
Fadli Zon menilai tidak ada satu pun perbuatan yang melawan hukum dalam puisinya tersebut. Dia bersikeras puisi itu merupakan bagian dari ekspresi. Wakil Ketua DPR RI ini kemudian mempersilahkan jika karya seninya itu dilaporkan ke aparat berwenang.
Arsul mengatakan, prinsip yang diambil Fadli Zon akan memberikan keuntungan bagi kubu pejawat. Sekretaris Jendral Partai Persatuan Pembangungan itu mnegatakan, tindakan yang diambil Fadli akan menjauhkan kaum santri dan nahdhiyin dari kemungkinan memilih lawan politik Jokowi.
Sebelumnya, Kiai Haji Maimoen Zubair atau Mbah Moen salah mengucap nama Jokowi menjadi Prabowo sebagai presiden 2019-2024 dalam doanya. Mbah Moen kemudian mengklarifikasi doa itu dan mengatakan bahwa yang ia doakan ialah Jokowi agar kembali terpilih menjadi pemimpin negara.
Fadli Zon yang selanjutnya membuat puisi dari peristiwa itu mendapat kritik dari santri dan warga nahdhiyin. Mereka menuntut Fadli meminta maaf karena dinilai telah merendahkan Mbah Moen.
Belakangan, para santri yang tergabung dalam Aliansi Santri Membela Kiai (ASMAK) menggelar demo di Alun-alun Kudus, Jawa Tengah, Jumat (8/2). Hal serupa juga dilakukan oleh para santri dan GP Anshor di Kabupaten Probolinggo. Mereka menuntut wakil ketua DPR tersebut untuk meminta maaf terkait puisi tersebut yang dinilai menghina kiai NU.