REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Parlemen Lebanon memberikan lampu hijau kepada pemerintah koalisi baru agar mulai bekerja dengan mosi kepercayaan, Jumat (15/2). Sebelumnya, sidang untuk memperdebatkan kebijakan mereka disiarkan melalui televisi.
Perdana Menteri Saad al-Hariri mengatakan pemerintah akan memprioritaskan reformasi ekonomi yang diperlukan untuk mengendalikan utang publik Lebanon yang besar. Pemerintah pada bulan ini akhirnya sepakat setelah sempat berselisih soal pembentukan kabinet yang berlangsung tidak lama pascapemilihan anggota parlemen pada Mei tahun lalu.
Sebagian besar partai utama di Parlemen menduduki tempat di kabinet termasuk Presiden Michel Aoun, Al-Hariri yang didukung negara Barat, Ketua Parlemen Nabih Berri, serta kelompok Hizbullah, dukungan Iran. Menurut penyataan tentang kebijakan tersebut, rencana reformasi yang dijalankan pemerintah dapat menjadi sulit dan menyakitkan, namun harus dilakukan untuk menghindari kondisi ekonomi, keuangan dan sosial yang kian buruk.
Pemerintah menjanjikan koreksi keuangan yang setara dengan sedikitnya satu persen GDP per tahun selama lima tahun, yang dimulai tahun ini. Reformasi tersebut akan tercapai dengan meningkatkan pendapatan dan memangkas pengeluaran, yang dimulai dengan pemindahan ke perusahaan besar milik negara, yang menurut Bank Dunia mewakili beban berat keuangan publik.