REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syarian Mandiri (BSM) mendapatkan peringkat "stabil" meski rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) masih cukup besar. Peringkat tersebut dibatasi oleh kualitas aset yang di bawah rata-rata.
"Jadi ini faktor negatifnya justru, selain itu kelemahan lainnya profitabilitas. Artinya, dari sisi margin atau efisiensi kurang baik," ujar senior vice president financial institution rating division Pefindo Hendro Utomo, Selasa (19/2).
Pefindo menetapkan peringkat idAA+ untuk BSM. Dengan peringkat idAA, BSM memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang relatif dibandingkan dengan obligor di Indonesia lainnya.
Sedangkan tanda tambah (+) menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan relatif kuat dan di atas rata-rata kategori yang bersangkutan. Menurut Hendro, peringkat BSM tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor pendukung.
Pertama, sebagai anak perusahaan, BSM mendapat dukungan dari Bank Mandiri selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP). Selain itu, BSM merupakan bank terbesar dan cukup mendominasi di segmen perbankan syariah. Tidak hanya itu, likuiditas dan fleksibilitas keuangan pun sangat kuat.
Sementara untuk Sukuk Subordinasi Mudharabah Tahun 2016 milik BSM yang masih beredar, Pefindo menetapkan peringkat idAA-(sy). Tanda kurang (-) menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan relatif lemah dan di bawah rata-rata kategori yang bersangkutan.
Terkait rencana BSM yang akan merealisasikan penawaran saham perdana alias Initial Public Offering (IPO) pada 2020 mendatang, Pefindo belum dapat memastikan apakah keputusan tersebut bisa memengaruhi peringkat BSM. "Di satu sisi akses pendanaan jadi lebih terbuka. Kalau terbuka, BSM bisa galang dana dari penerbitan saham baru," ujar Hendro.
Menurut Hendro, rencana IPO bisa menghasilkan prospek yang positif asalkan Bank Mandiri masih tetap sebagai PSP.