Sabtu 23 Feb 2019 15:58 WIB

Dipecat Kemenag, Hayati Pikirkan Peluang Banding

Hayati menilai banyak kejanggalan dalam kasusnya.

Rep: Febrian Fachri / Red: Friska Yolanda
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Foto: Humas UNP
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Hayati Syafri, dosen yang baru saja diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) oleh Kementerian Agama masih memikirkan peluang untuk banding tentang pemecatannya. Hayati menerima surat pemberhentian sebagai PNS per tanggal 18 Februari 2019 ini. Dalam surat keputusan itu, Kemenag memberi kesempatan banding sampai hari ke-15 sejak surat tersebut diterima Hayati. 

"Masih dipikirkan (peluang banding). Banyak yang harus dipertimbangkan," kata Hayat, kepada Republika.coid, Sabtu (23/2).

Baca Juga

Hayati tidak mau buru-buru mengajukan banding karena belajar dari banyak kasus sebelumnya. Ia melihat kasus serupa selama ini tidak berpihak kepada yang mengajukan banding. Hayati dalam hal ini merasa sebagai pihak minoritas. Ia merasa terdiskriminasi oleh pihak kampus dan Kemenag karena sikapnya yang teguh memegang prinsip tidak akan melepas cadar saat mengajar. 

Dari keputusan pemecatan dari Kemenag ini saja Hayati merasa janggal. Hayati merasa tim inspektorat jenderal Kemenag berusaha mencari-cari kesalahannya. Kemenag memecat Hayati karena dianggap melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagai dosen. Padahal awal mula dirinya mendapat perlakuan tidak adil lantaran dirinya yang menggunakan cadar.

"Dari kasus cadar, dicari-cari kesalahan lain dan akhirnya dengan kasus ini saya diberhentikan. Saya masih memikirkan banding karena minoritas akhirnya kalah juga. Karena data bisa dimanipulasi pihak kampus," ujar Hayati.

Hayati juga merasa aneh dirinya diberhentikan karena ketidakhadiran di kampus saat izin menyelesaikan S3. Padahal hal seperti itu kata dia sangat lumrah di lingkungan akademik. 

Hayati melihat selama ini ada banyak pimpinan di kampus yang izin kuliah di kota yang lebih jauh di mana mereka selain ada tanggung jawab sebagai pejabat kampus juga punya tanggung jawab sebagai dosen. Yang seperti itu kata Hayati malah tidak dikasuskan seperti dirinya. 

Kasus ini menyita perhatian publik sejak Hayati dibebastugaskan dari kewajiban mengajar di kampus IAIN Bukittinggi. Dosen mata kuliah bahasa Inggris itu tidak mau melepas cadar saat mengajar. Pihak kampus menganggap hal itu salah karena menganggap mata kuliah bahasa Inggris harus memperhatikan mimik wajah saat mengucapkan. Pihak kampus menilai bila mengajar menggunakan cadar, pelajaran yang akan disampaikan Hayati kepada mahasiswanya tidak terserap dengan tuntas. Hayati dirumahkan terhitung sejak semester genap tahun akademik 2017-2018. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement