REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita emas batangan seberat 500 gram terkait kasus dugaan suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera). Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, penyitaan terhadap logam mulia dari salah seorang Kepala Satuan Kerja (Kasatker) di lingkungan Kempupera.
"Jadi (disita dari) satu orang ya, dengan berat sekitar 500 gram jadi ada 5 batang logam mulia masing masing beratnya 100 gram. Itu yang kami duga ada kaitan sumber dananya dengan proyek penyediaan air minum di Kemenpupera," jelas Febri di Gedung KPK Jakarta, Kamis (28/2).
Namun, Febri enggan mengungkap siapa Kasatker yang diduga sebagai penerima emas batangan itu. "Nah itu bagian dari materi penyidikan. Saya kira yang akan didalami lebih lanjut dan itu belum bisa disampaikan sekarang. Yang pasti 5 batangan emas masing-masing 100 gram sudah kami lakukan penyitaan," ujarnya.
Diketahui, KPK juga terus menerima pengembalian uang dari pejabat Kempupera. Uang tersebut diduga diterima oleh pejabat Kempupera terkait proyek air minum di sejumlah daerah. Sampai saat ini sekitar 55 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memegang proyek SPAM di sejumlah daerah telah mengembalikan uang kepada KPK. Uang yang dikembalikan para pejabat Kempupera itu secara total mencapai Rp 20,4 miliar, 148.500 dollar AS dan 28.100 dollar Singapura.
"Terdapat tambahan pengembalian uang dalam kasus SPAM. Sampai saat ini 55 orang PPK di Kementerian PUPR yang memegang proyek SPAM (dikerjakan oleh PT. WKE dan PT. TSP) di sejumlah daerah telah mengembalikan uang secara bertahap ke KPK dengan nilai total sekitar Rp 20,4 miliar, 148.500 dollar AS dan 28.100 dollar Singapura pungkas Febri.
Sebelumnya, KPK telah merampungkan berkas empat tersangka kasus ini, yakni Budi Suharto selaku Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE); Lily Sundarsih selaku Direktur PT WKE; Irene Irma, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) dan Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT TSP. Budi, Lily dan Irene masih memiliki hubungan kekeluargaan. Budi dan Lily merupakan pasangan suami istri sementara Irene anak mereka.
Dalam merampungkan penyidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 80 orang saksi. Puluhan saksi itu terdiri dari unsur PNS pada Kempupera, Priority Banking Manager PT Bank Mandiri (Persero) - Tbk. Outlet Prioritas Jakarta Kelapa Gading Boulevard, Project Manager dan Direktur Keuangan PT. WKE, Direktur PT TSP, Direktur dan mantan Direktur PSPAM, pensiunan Anggota Tim Pemantauan dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional Kemenpupera, mantan staf pada Direktorat PSPAM, dan Staff Sales Administration Division PT. Sentul City, Tbk.
Unsur saksi lain yang telah diperiksa yakni mantan Dirjen Cipta Karya Kempupera Direktur Operasional PDAM Donggala, Komisaris PT Minarta Dutahutama dan unsur saksi lainnya. Dalam kasus ini, delapan orang ditetapkan sebagai tersangka. Empat di antaranya sebagai pihak pemberi yakni Direktur Utama PT Wijaya Kesuma Emindo (WKE), Budi Suharto; Direktur PT WKE, Lily Sundarsih; Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma; Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo.
Kemudian sebagai pihak penerima, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare; PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kusrinah; Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar; dan PPK SPAM Toba I, Donny Sofyan Arifin.
Total barang bukti yang diamankan KPK dalam kasus ini uang sejumlah Rp3.3 miliar, 23.100 dollar Singapura dan 3.200 dollar AS. Dalam kasus ini, Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM tahun 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Sementara 2 proyek lain yang juga diatur lelangnya yaitu pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP.
Anggiat diduga menerima fee untuk pemulusan proyek-proyek itu sebesar Rp850 juta dan 5 ribu dollar AS, Meina menerima Rp1,42 miliar dan 22 ribu dollar AS. Kemudian, Nazar menerima Rp2,9 miliar dan Donny menerima 170 juta.