REPUBLIKA.CO.ID, SAN SALVADOR -- Calon presiden Guatemala Thelma Aldana akan kembali ke negaranya, di tengah ancaman penangkapan yang datang kepadanya. Pada awal pekan ini, tepatnya Senin (18/3), seorang hakim memerintahkan penangkapan tehadap Aldana.
Aldana merupakan mantan jaksa agung Guatemala yang pernah mengungkapkan skandal korupsi pemerintah negara itu dan membuat mantan presiden Otto Perez Molina terseret dalam kasus itu. Ia yang saat ini berada di El Salvador juga ikut menyelidiki Presiden Jimmy Morales.
Morales diketahui membubarkan badan investigasi antikorupsi yang didukung PBB, CICIG untuk berjalan di Guatemala pada Januari lalu. Selama ini, Aldana diketahui mendukung CIGIG dan bekerja sama dengan organisasi tersebut untuk menyelidiki Morales atas kasus pelanggaran pendanaan kampanye.
Sementara itu, surat perintah penangkapan yang datang terhadap Aldana mencakup tuduhan penggelapan, penipuan, dan masalah pajak. Ia berencana kembali ke Guatemala pada Kamis (21/3) atau Jumat (22/3).
Aldana mengaku belum mengetahui mengenai surat perintah itu. Meski demikian, ia mengatakan tidak takut kepada apa pun dan telah memiliki sederet aktivitas untuk dilakukan saat kembali ke Guatemala.
“Saya tidak takut, mereka adalah orang-orang yang ketakutan. Ketika aku kembali ke Guatemala, aku akan melakukan (kegiatan) dengan sangat tenang dan tanpa masalah,” ujar Aldana, Kamis (21/3).
Sebagai calon presiden dalam pemilihan yang berlangsung Juni mendatang, Aldana diketahui memiliki kekebalan hukum. Hal ini diatur dalam hukum Guatemala.
Saat menjabat sebagai jaksa agung, Aldana bersama CICIG melakukan penyelidikan terhadap mantan presiden Molina. Dari sana, Molina dinyatakan terlibat dalam skandal korupsi bea cukai Guatemala. Ia kemudian digulingkan dari jabatan dan menghadapi hukuman penjara.
Aldana mengatakan jika terpilih menjadi Presiden Guatemala maka kewenangan CICIG di negara itu akan diperluas. Ia secara khusus mengatakan target pertama penyelidikan antikorupsi tersebut adalah pasukan keamanan ilegal.
“Pasukan keamanan ‘bawah tanah’ yang ada di negara ini memotivasi Pemerintah Guatemala pergi ke PBB 10 tahun lalu. Bagaimanapun, mereka masih ada di sini,” jelas Aldana.
Selain itu, Aldana menambahkan dia menentang undang-undang yang diajukan oleh partai pendukung Morales. Undang-undang itu disebut akan membebaskan pejabat militer yang dihukum karena kejahatan hak asasi manusia dalam perang saudara yang berlangsung selama 36 tahun di Guatemala.
“Tanpa diragukan, ini adalah permintaan yang dapat menghasilkan impunitas, dan jelas saya tak menyetujuinya,” kata Aldana.