REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kabupaten Sleman sudah memiliki UMKM-UMKM yang memproduksi jamu. Akan tetapi mereka masih memerlukan dukungan dari banyak elemen untuk bisa memasarkan dan membesarkan produk jamu produksi mereka.
Bima Sejahtera di Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY, merupakan satu dari sejumlah kelompok UMKM jamu yang ada di Kabupaten Sleman. Walau sudah berproduksi, banyak kendala untuk membesarkan usahanya tersebut.
Bahan baku, misalnya, menjadi salah satu kendala yang harus ditemui. Selama ini, bahan baku pembuatan jamu masih berasal dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunungkidul.
"Kunir asem kita masih datangkan dari Bantul, itu pun kita kesulitan lantaran kencur saat ini sangat langka karena mahal," kata Sarjana baru-baru ini.
Pada masa-masa sulit seperti sekarang, harga bahan baku kunir asem bisa mencapai Rp 80 ribu. Sebab, bahan baku jamu tidak bisa menggunakan bahan-bahan kualitas nomor dua dan harus bahan berkualitas sangat baik.
Untuk pengemasan mereka harus mengeluarkan biaya Rp 1.600 untuk satu botol. Padahal harga jamu per botol dijual seharga Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribuan. "Ongkos kemasan kita masih harus keluar banyak," ujar Sarjana.
Kendala lain untuk membesarkan kelompok jamu ternyata soal legalitas. Bagi produsen jamu yang merupakan minuman kesehatan, legalitas produk menjadi komponen penting sebagai tolak ukur kepercayaan konsumen.
Belum dimilikinya legalitas untuk Kelompok Jamu Bima Sejahtera lantaran mereka belum mempunyai apoteker. Menurut Sarjana, itu lantaran mereka belum mampu menyisihkan keuntungan untuk menghadirkan apoteker. "Kalau mau mengundang BPOM harus punya apoteker, nah kita kesulitan menggaji apoteker karena per bulan paling tidak Rp 3 juta (gaji/honor)," kata Sarjana.
Meski begitu, kendala-kendala yang ada tidak menghentikan komitmen mereka untuk terus memproduksi jamu. Berdiri sejak 4 April 2004, hari ini Kelompok Jamu Bima Sejahtera sudah memiliki 30 anggota.
Sarjana turut bersyukur mereka rutin mendapatkan pendampingan dari Pemkab Sleman. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman, misalnya, setiap tanggal 20 selalu hadir melaksanakan rapat bersama.
Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman diakui rutin datang setiap enam bulan sekali. Hal itu dilakukan untuk memberikan mereka pengetahuan untuk menghindari kandungan-kandungan e-coli masuk ke jamu produksi mereka. "Kalau sudah berkelompok memang mendapatkan pendampingan-pendampingan seperti itu," kata Sarjana.
Saat ini, Kelompok Jamu Bima Sejahtera sudah mampu memproduksi jamu kunir asem, beras kencur, pahitan, temu lawak, cabe puyang, dan uyub-uyub. Untuk jamu dalam bentuk kristal, sudah ada jahe, wedang secang, sari wortel, dan temulawak.
Mereka juga sudah memproduksi pula minuman herbal mulai jahe, wedang uwuh, wedang secang, wedang sereh dan wedang kayu putih. Sejauh ini pangsa pasar mereka masih sekitar Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. "Tiap anggota ada pelanggan paling tidak 50 pelanggan, omset minimal sekitar Rp 100 ribu untuk hasil bersih per hari dan maksimal Rp 200 ribu untuk hasil bersih per hari," kata Sarjana.
Jamu dijual sekitar Rp 25 ribu per liter dan Rp 5 ribu untuk botol kecil. Jamu beras kencur dan kunir asem menjadi yang paling banyak diminati karena dirasa memiliki rasa yang khas.