REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Masyarakat Badui yang tinggal di kawasan tanah hak ulayat di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, berkomitmen tidak masuk golongan putih atau golput. Pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dilaksanakan pada 17 April mendatang.
"Kita sebagai warga tentu wajib berpartisipasi menggunakan hak suara dan tidak golput pada pesta demokrasi itu," kata Santa (45) warga Badui belum lama ini.
Sebab, katanya, pesta demokrasi yang dilaksanakan lima tahun sekali untuk melahirkan pemimpin yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena itu, masyarakat Badui bagian warga Indonesia tentu wajib menggunakan hak suara pada pemilu tersebut.
"Kami bersama warga lainnya akan berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak politiknya dan tidak golput," katanya.
Turun Gunung
Pemuka adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Saija mengatakan masyarakat Badui di kawasan pegunungan Kendeng juga masih kuat terhadap aturan adat. Namun, pelaksanaan pemilu harus berjalan sukses karena merupakan kewajiban bagi mereka.
Masyarakat Badui, katanya, akan turun gunung dengan berbondong-bondong untuk mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) guna menggunakan hak politiknya. Sebab pesta demokrasi ini bagian cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami mengajak warga Badui yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) wajib mendatangi TPS dan tidal golput," kata Saija.
Menurut Saija, pemuka adat menolak pemasangan spanduk maupun atribut di kawasan hak ulayat warga Badui karena berpotensi menimbulkan perpecahan. Untuk itu, kawasan hak ulayat masyarakat Badui seluas 5.200 hektare bebas dari atribut parpol maupun spanduk atau baliho calon pasangan presiden dan legislatif.
Pelarangan pemasangan atribut parpol maupun calon legislatif karena keputusan adat agar tidak menimbulkan perpecahan. Masyarakat Badui yang berpenduduk 11.600 jiwa siap menyukseskan pemilu dengan damai,tertib dan aman, namun pilihan suara tergantung hati nurani mereka berdasarkan penilaian rekam jejak calon pemimpin itu.
"Kami menyerahkan kepada warga Badui untuk pilihan tanpa politik uang," katanya.
Bingung
Pengawas Pemilu kawasan hak ulayat masyarakat Badui di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Ardi mengatakan, masyarakat Badui pada pemilu 2019 kebingungan karena kartu suara tidak ada foto calon wakil rakyat. Selain itu juga kegiatan sosialisasi dari KPU relatif kurang, sehingga banyak warga Badui belum memahami tata cara pencoblosan Pemilu.
Padahal, pemilu sebelumnya terdapat foto dan tulisan nama anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten dan kota. Saat ini, jumlah warga Badui yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2019 tercatat 6.873 jiwa terdiri dari laki-laki 3.641 jiwa dan perempuan 3.232 jiwa dan tersebar di 27 TPS.
"Kami berharap KPU hanya tinggal dua pekan lagi dapat mengoptimalkan sosialisasi pemilu 2019 agar warga Badui memahami dan mengetahui tata cara pencoblosan yang baik dan benar," katanya.
Komisioner KPU Kabupaten Lebak Encep Supriyatna mengatakan, pihaknya akan menerjunkan relawan demokrasi untuk melakukan kegiatan sosialisasi di kawasan masyarakat Badui. Mereka, para relawan, akan menggelar simulasi pencoblosan surat suara Pemilu agar tidak terjadi kesalahan.
"Kami yakin warga Badui tidak golput dan antusias untuk menggunakan hak suara pada Pemilu itu,"katanya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amirudin mengatakan masyarakat Badui yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak memastikan ikut berpartisipasi Pemilu 2019. Kepastian itu, kata dia, dirinya setelah mengunjungi kawasan hak ulayat masyarakat Badui.
Mereka masyarakat siap menyalurkan hak politik, di antaranya dengan memiliki kartu tanda penduduk elektronik (el-KTP). "Kami berharap Pemilu di kawasan adat masyarakat Badui berjalan lancar," katanya.