REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung akan mengkaji pengurangan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk bangunan cagar budaya. Usulan ini bertujuan agar bangunan cagar budaya di Kota Bandung tetap terawat.
Kepala Disbupar Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari mengatakan Pemkot Bandung sangat memperhatikan bangunan cagar budaya. Kehadiran Pemkot dirasa perlu agar bangunan bersejarah ini bisa terus dijaga kelestarian dan terawat. Setelah menerbitkan Perda 7 Tahun 2018 tentang cagar budaya, Disbudpar akan mengusulkan keringanan PBB.
"Kita wajib pelihara dan membantu, sesuai di perda memungkinkan ada insentif dalam hal keringanan pajak PBB," kata Kenny di Pendopo Kota Bandung, Senin (8/4).
Kenny menuturkan para pemilik bangunan cagar budaya kebanyakan sudah berusia lanjut yang telah pensiun. Karenanya usulan kebijakan ini bisa mengurangi beban mereka yang memiliki tanggungjawab atas bangunan cagar budaya.
Menurutnya dengan keringanan PBB ini maka pengelola cagar budaya bisa fokus pada pemeliharaan bangunannya. Karena cagar budaya merupakan warisan aset berharga bagi sejarah Kota Bandung.
"Ini kan berat juga untuk para pensiunan untuk bayar pajak. Nantinya pemeliharaan daripada kena sanksi tidak bayar pajak jadi prioritas lebih pada memelihara. Ini memotivasi meringankan beban pengelola bangunan cagar budaya jadi lebih ringan beban mereka," tuturnya.
Ia menyebutkan, potensi pendapatan daerah dari PBB bangunan cagar budaya tidak cukup besar. Sehingga jika ada keringanan PBB, maka tidak berpengaruh signifikan dari pendapatan Pemkot Bandung.
"Berkurang bisa sampai 70 persen. Kalau kata BPPD, PBB dari cagar budaya hanya 1 persen itu kan nggak signifikan. Jadi lebih baik itu digratiskan saja," ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya akan segera mengkaji keringanan PBB bagi pengelola bangunam cagar budaya. Pihaknya akan berkonsultasi dengan Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD). Nantinya kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk peraturan wali kota (perwal).
Kelestarian bangunan cagar budaya, tambahnya, merupakan potensi bagi pariwisata Kota Bandung. Sehingga ke depannya bangunan cagar budaya yang tetap terawat ini bisa terus jadi obyek wisata yang diminati wisatawan di Kota Bandung.
"Bangunan cagar budaya ini kan tak ternilai, itu kan daya tarik wisata. Biar banyak yang berkunjung untuk bangunan yang terpelihara," ucapnya.
Saat ini berdasarkan data tahun 2018, kata dia, ada sekitar 1757 bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Bangunan ini diklasifikasikan berdasarkan golongan sesuai dengan syarat dan ketentuan cagar budaya. Untuk golongan A sekitar 252 bangunan, golongan B sebanyak 446 bangunan, serta golongan C yaitu 1.059 bangunan.
Ia menambahkan pihaknya juga terus berupaya mendata kondisi dan mengoptimalkan pengawasan bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Pihaknya melibatkan aparat kewilayahan untuk membantu pengawasan.
Kepala BPPD Kota Bandung Arif Prasetya mengatakan siap mengkaji usulan keringanan PBB bagi cagar budaya. Arif menilai hal itu bisa berdampak positif pada pelestarian bangunan cagar budaya di Kota Bandung.
"Kita bahas dulu ini. Karena cagar budaya kan, pengendali supaya bangunan ini bisa mempunyai ketahanan. Tidak beralih fungsi," kata Arif dikonfirmasi terpisah.
Ia menyebutkan PBB menyumbang sekitar 25 persen dari pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Bandung. Jumlah ini perhitungan secara keseluruhan pendapatan dari sektor PBB.
Ia mengatakan saat ini untuk PBB sesuai aturan ditentukan berdasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan tersebut. Sehingga lokasi bangunan didirikan akan menentukan besaran PBB yang harus dibayar masing-masing pemilik.
"PBB tergantung dari nilai NJOP-nya. Yang di daerah bisnis tentu mahal. Kalau perumahan ada rumusnya juga," ucapnya