REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Aksi terorisme terjadi di Sri Lanka, Ahad (21/4). Sebanyak delapan bom meledak di tiga gereja, empat hotel, dan satu rumah warga. Korban tewas dilaporkan mencapai lebih dari 200 orang.
Dari delapan serangan bom, enam di antaranya terjadi dalam waktu hampir bersamaan. Menurut laporan New York Times, ledakan pertama dan yang paling dahsyat terjadi di Gereja St Sebastian, Negombo, sekitar pukul 08.45 waktu setempat.
Dua gereja lainnya yang diledakkan tak lama berselang adalah Gereja St Anthony's Shrine di Kolombo dan Gereja Zion di Batticaloa.
Bom meledak saat umat Kristen Sri Lanka sedang merayakan hari raya Paskah. Seorang saksi mata di lokasi ledakan, Gereja St Anthony, Sumanapala, mengatakan, asap hitam pekat mengepul dari depan pintu gereja.
Ia menuturkan, banyak jemaat yang meninggal di dalam gereja tersebut. "Di sana seperti sungai darah," kata Sumanapala seperti dilansir New York Times.
Sumanapala yang merupakan penjaga toko di dekat gereja tersebut langsung berlari menuju gereja untuk membantu mengevakuasi korban. "Imam gereja keluar dan berlumuran darah," ujarnya.
Selain gereja, ledakan bom turut terjadi di tiga hotel mewah di Kolombo, yaitu Shangri-La Hotel, Cinnamon Grand Hotel, dan Hotel Kingsburry. Bom di tiga hotel itu meledak hanya berselang beberapa menit dari bom di tiga gereja.
Stasiun televisi setempat menunjukkan gambar kerusakaan yang terjadi di Hotel Cinnamon Grand, Shangri-La, dan Kingsbury. Restoran lantai dua Shangri-La hancur. Atap dan jendelanya berantakan. Kabel-kabel bergelantungan dan meja-meja terbalik di lantai yang menghitam.
Polisi masuk ke dalam hotel untuk memeriksa jasad yang berada di restoran. Di luar hotel, polisi menjejerkan tiga jasad yang ditutupi dengan kain warna putih.
The Guardian melaporkan, total korban meninggal sedikitnya mencapai 207 orang berdasarkan keterangan resmi kepolisian setempat hingga sore hari. Sedangkan korban luka-luka sekitar 450 orang.
Menteri Pertahanan Sri Lanka Ruwan Wijewerdana mengatakan, hasil investigasi sementara menyimpulkan serangan bom di mayoritas titik merupakan aksi bom bunuh diri. "Serangan ini dilakukan oleh satu kelompok," kata dia.
Ia menambahkan, sedikitnya 27 orang asing turut menjadi korban. Tiga petugas polisi juga meninggal dunia saat melakukan operasi penangkapan para terduga teroris di Dematogada.
Setelah terjadi ledakan, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe langsung mengadakan pertemuan dewan keamanan nasional di rumahnya. "Saya sangat mengutuk serangan pengecut yang dilakukan terhadap rakyat kami hari ini. Saya meminta rakyat Sri Lanka untuk tetap bersatu dan kuat dalam masa sulit ini, mari hindari laporan propaganda dan spekulasi yang tidak terverifikasi," kata Wickremesinghe.
Presiden Maithripala Sirisena mengatakan, ia sudah memerintahkan pasukan khusus kepolisian dan militer untuk menyelidiki siapa yang berada di balik serangan ini. Pasukan militer Sri Lanka juga sudah disebar. Pengamanan di Bandara Internasional Kolombo pun diperketat.
India Today melaporkan, 10 hari sebelum kejadian, polisi Sri Lanka sudah memperingatkan tentang potensi serangan bom. Peringatan itu menyebutkan tentang serangan teroris yang mengincar sejumlah gereja terkenal di seluruh Sri Lanka. Pihak berwenang pun sudah memperketat pengamanan.
"Intelijen luar negeri sudah melaporkan NTJ (National Thowheeth Jama'ath) berencana melakukan serangan bunuh diri yang mengincar gereja terkenal dan juga komisi tinggi India di Kolombo," demikian kalimat peringatan itu.
NTJ merupakan kelompok radikal yang beroperasi di Sri Lanka. Tahun lalu, mereka melakukan perusakan sejumlah patung Buddha.
Ledakan ini mengganggu ketenangan warga Sri Lanka dalam satu dekade terakhir setelah berakhirnya perang saudara, ketika Sri Lanka melawan pemberontak Tamil.
Kelompok itu mengincar bank negara, pusat perbelanjaan, kuil, dan hotel yang ramai dikunjungi turis. Gereja Santa Anthony dan tiga hotel yang meledak berada di kota terbesar di Sri Lanka, Kolombo. Kolombo merupakan daerah yang sering dikunjungi wisatawan asing.
Pasukan Sri Lanka berhasil mengalahkan pemberontak Tamil pada 2009. Perang saudara tersebut dipicu karena pemberontak Tamil ingin memiliki negara sendiri untuk etnis minoritas Tamil.
PBB memprediksi ada sebanyak 100 ribu orang yang tewas dalam perang selama 26 tahun itu. Namun, panel PBB mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, 45 ribu warga Tamil tewas dalam perang tersebut.
Pemerintah Sri Lanka dan pemberontak Tamil Tiger sama-sama dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Banyak pihak baik di dalam negeri maupun luar negeri yang meminta penyelidikan tentang pelanggaran hak asasi manusia tersebut.
(reuters/ap ed: satria kartika yudha)