REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat rujukan kesehatan terdakwa penyebar berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet akan diajukan oleh kuasa hukumnya, Insank Nasruddin, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kuasa hukum berharap majelis hakim mengabulkan permohonan itu.
"Saya mohonkan kepada pengadilan, karena majelis hakim yang memberikan perkara agar bisa dikabulkan untuk pengobatan," kata Insank di Jakarta, Selasa (11/6).
Surat rujukan ke rumah sakit bagi Ratna itu dikeluarkan oleh Klinik Pratama Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Metro Jaya. Kendati demikian, tim kuasa hukum Ratna harus memberikan surat rujukan itu ke pengadilan.
"Karena kewenangannya tahanan di pengadilan," ujar Insank.
Menurut Insank, kondisi kliennya sudah tidak memungkinkan untuk dirawat di klinik Biddokkes karena keluhan sakit kliennya terjadi sejak sebelum Lebaran 2019. "Masih merasakan nyeri leher, masih sangat tegang lehernya itu lah. Yang beliau rasakan ini bukan kali ini saja, ternyata dari sebelum lebaran dia udah rasakan. Saat-saat ini yang nyeri banget," kata Insank.
Insank menyebut dalam hal rujukan rumah sakit kliennya tak memilah-milah. Ratna siap dirujuk ke rumah sakit mana pun. "Kita di mana saja rumah sakitnya. Yang pasti dirawat di rumah sakit. Kondisi Bu Ratna ini sudah tidak dapat ditangani oleh Biddokkes, dalam hal ini sudah harus rumah sakit," tuturnya.
Insank mengaku akan melayangkan surat rujukan ke PN Jaksel pada Rabu, 12 Juni 2019. "Hari ini enggak keburu. Paling besok diajukan," ucap dia.
Untuk diketahui, Ratna akan menghadapi sidang pleidoi pada Selasa, 18 Juni 2019. Menghadapi sidang pembelaan itu, ia telah menyiapkan dua hal yakni pembelaan diri sendiri dan pembelaan dari kuasa hukum.
Insank menyebut dalam sidang pleidoi, Ratna akan mengajukan pembelaan terkait dirinya berbohong dan tekanan-tekanan yang dia terima atas kebohongannya. Sementara itu, kuasa hukum akan membela secara fakta hukum.
Menurut dia, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tentang keonaran tidak terbukti dalam persidangan. Pasalnya, kebohongan yang ditimbulkan Ratna tidak menimbulkan keonaran meski sempat ada aksi demonstrasi.
Insank menegaskan demontrasi itu hanya dilakukan oleh 20 orang. Menurut dia, itu salah satu bukti tidak bisa dikatakan sebagai keonaran karena jumlahnya sedikit.
"Lalu, di media sosial sendiri yang cuitan silang pendapat itu juga disebut jaksa sebagai keonaran. Sementara, ahli dari Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) sendiri menyebut tidak ada keonaran di media sosial," tutur Insank Jumat (7/6).
Untuk itu, Insank yakin kliennya akan terbebas dari tuntutan jaksa dan mendapatkan vonis bebas di akhir persidangan. "Harapannya Bu Ratna lepas dari tuntutan hukum," pungkas dia.
Sebelumnya, JPU menilai Ratna Sarumpet terbukti bersalah atas kasus hoaks. Dia dituntut enam tahun penjara. Koordinator JPU Daroe Tri Sadono dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5), menyebut Ratna terbukti menyiarkan berita bohong tentang penganiayaan terhadap dirinya.
Dia kemudian mengirim foto gambar wajah lebam dan bengkak kepada sejumlah orang. "Berita itu mendapat reaksi dari masyarakat dan berita bohong itu menyebabkan kegaduhan, keributan atau keonaran di masyarakat baik di media sosial, media elektronik, dan telah terjadi demonstrasi," ujar Daroe.
Daroe menyebut tuntutan ini sudah berdasarkan fakta persidangan. Jaksa tak menemukan alasan untuk membebaskan Ratna. Hal yang memberatkan tuntutan Ratna ialah dia dikenal sebagai orang yang berintelektual, tetapi tidak berperilaku baik. Ratna juga kerap memberikan keterangan berbelit di persidangan.
Adapun yang meringankan Ratna, karena yang bersangkutan sudah meminta maaf. Ratna dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia dinilai telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.