Selasa 25 Jun 2019 22:19 WIB

Didesak Cabut Pergub Reklamasi, Ini Penjelasan Anies

Prinsip dasar hukum tata ruang tidak berlaku surut.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (24/6).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan usai Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan didesak mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 206 Tahun 2016 tentang tentang panduan rancang kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E hasil reklamasi kawasan strategis Pantai Utara Jakarta. Menurut Anies, prinsip dasar hukum tata ruang tidak berlaku surut.

"Lalu kalau misalnya dicabut, kalau pergubnya dicabut bisa nggak? Nah ini hukum tata ruang nih, prinsip dasar tidak berlaku surut," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).

Ia mencontohkan, jika membangun rumah yang mengikuti aturan tata ruang kemudian tiga tahun kemudian pemerintah membuat aturan bahwa lahan tersebut peruntukannya untuk lahan hijau maka rumah itu tak bisa dibongkar. Manurut Anies, kalau berlaku surut maka tidak ada lagi orang yang percaya dengan peraturan pemerintah.

Hal itu juga yang terjadi pada bangunan yang Anies sebut sudah telanjur terbangun di Pulau D. Anies menjelaskan, bangunan-bangunan itu dibangun sesuai panduan rancang kota (PRK) yang tercantum dalam Pergub 206/2016 yang terbit pada masa mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Anies melanjutkan, bangunan-bangunan itu hanya melanggar perizinan karena dibangun sebelum adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Maka dari itu, pengembang dikenakan sanksi denda atas pelanggaran perizinan.

Kemudian bangunan-bangunan itu membayar denda atas pelanggarannya. Setelah sanksi tersebut diselesaikan maka pengembang bisa mengajukan penerbitan IMB atas bangunan di Pulau Reklamasi karena tak menyalahi PRK.

Anies memaparkan, pada saat itu belum diterbitkannya IMB karena tak ada Hak Pengelolaan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Sementara untuk menyusun HGB didasarkan pada Pergub 206/2016, ia mengatakan, jika tidak ada pergub itu maka tidak bisa dikeluarkan HGB.

"Jadi ketika saya mulai bertugas, sudah ada HPL, sudah ada HGB, sudah ada Pergub. Jadi mereka membangun, yang tidak dilakukan adalah izinnya," lanjut Anies.

Sehingga, kata Anies, bangunan-bangunan yang sudah ada di Pulau Reklamasi tak lantas bisa dibongkar. Sebab, bangunan itu mengikuti sesuai ketentuan PRK. Pembongkaran bisa dilakukan jika bangunan melanggar PRK.

"Kalau yang dilakukan mereka itu menjalani sesuai dengan PRK karena itulah pelanggarannya bukan pelanggaran tata ruang tapi pelanggaran perizinan kegiatan membangun," imbuh Anies.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement