REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Budi Wahyuni menilai Baiq Nuril adalah korban berlapis dari kekerasan seksual yang dilakukan atasannya dan korban ketidakmampuan negara melindunginya. Kriminalisasi pada Baiq Nuril menjadi preseden buruk bagi hilangnya rasa aman bagi perempuan dan absennya negara dalam melindungi perempuan korban kekerasan seksual, khususnya pelecehan seksual.
"Oleh karenanya, Komnas Perempuan meminta DPR RI dan Pemerintah untuk segera membahas dan mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dengan memastikan ke sembilan jenis kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual dalam RUU tersebut tetap dapat dipertahankan," tegas Budi di Kantor Komnas Perempuan, Senin (8/7).
"Kami juga meminta Presiden RI untuk memberikan Amnesti kepada Baiq Nuril sebagai langkah khusus sementara atas keterbatasan sistem hukum pidana dalam melindungi warga negara korban dari tindakan kekerasan seksual (belum memberikan kesetaraan perlindungan), sebagaimana prinsip afirmasi yang dimungkinkan dalam Konstitusi dan prinsip due dilligence yang ada dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984," tambah Budi.
Kemudian, lanjut Budi, Komnas Perempuan juga meminta Hakim Pengawas Mahkamah Agung (MA) mengoptimalkan fungsi pengawasan atas pelaksanaan PERMA 3/2017 di lingkup pengadilan, sejak dari pengadilan tingkat pertama sampai dengan MA.
"Lalu kami meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA) dan Dinas PPPA setempat mengupayakan pemulihan dan pendampingan kepada Baiq Nuril, khususnya kepada keluarga dan anak-anaknya yang masih kecil," tegasnya.
Terakhir, tambah Budi, pihaknya juga meminta ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) untuk mengeluarkan kebijakan zero tolerance kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual di lingkup Kemendikbud; dan merekomendasikan kepada para pendidik pada institusi formal dan non formal untuk meningkatkan edukasi pencegahan kekerasan seksual.
Baiq Nuril berencana mengajukan permohonan amnesti setelah Peninjauan Kembali (PK)nya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyatakan memberikan ruang kepada Baiq Nuril untuk mengajukan upaya amnesti.
Dalam PKnya, Hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan tetap menghukum Baiq Nuril dengan hukuman penjara selama 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.