REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memutuskan pemberian amnesti (pengampunan hukuman) terhadap terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril, dalam waktu dekat.
Hingga saat ini, Presiden Jokowi belum menerima surat rekomendasi dari Kementerian Hukum dan HAM terkait perihal pengampunan Nuril. Jokowi berjanji segera memutuskan pemberian amnesti, begitu dokumen rekomendasi ia terima.
"Belum sampai meja saya. Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi dari kementerian terkait, saya putuskan. Secepatnya. Akan saya selesaikan secepatnya," jelas Jokowi di Balai Sidang Jakarta, Jumat (12/7).
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema 'Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Pada Kamis (11/7) kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani surat rekomendasi pemberian amnesti yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.
Tim kuasa hukum Baiq Nuril meyakini bahwa terbitnya surat rekomendasi dari Menkumham makin menguatkan sinyal pemberian pengampunan. Tim kuasa hukum Baiq Nuril juga menemui pimpinan Kantor Staf Presiden untuk berdialog tentang penerbitan amnesti.
"Dengan diterimanya dari menteri positif, tapi kita harus dengar dari Pak Presiden. Untuk itu kenapa kami datang ke KSP supaya kami bisa langsung disampaikan kepada Presiden. Tapi dari Kemenkumham sudah dikirimkan," kata kuasa hukum Nuril, Erasmus Napitupulu.
Desakan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril yang menjadi korban perundungan seksual memang terus mengalir. Tim kuasa hukum menyebutkan, petisi yang ditandatangani di laman change.org saja sudah mencapai 246 ribu petisi. Seluruh petisi tersebut sudah diserahkan kepada Kantor Staf Presiden untuk selanjutnya disampaikan kepada Jokowi.
"Sehingga dengan begitu kami berharap Presiden bisa cepat mempertimbangkan. Sehingga ini menjadi monumen penting bahwa korban kekerasan seksual di Indonesia tidak akan pernah berhenti untuk bersuara," katanya.