REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menolak tudingan memasukkan kasus Novel Baswedan ke dalam ‘laci’ impunitas. Kabag Penum Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra menegaskan, peristiwa kejahatan penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan diusut tuntas. Polri punya tanggung jawab menemukan pelaku dan melakukan penegakan hukum yang adil.
“Kalau ada pendapat kasus ini tidak terungkap seolah-olah karena persoalan tidak ada kemauan (untuk) mengungkap, saya kira tidak,” kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (26/7). Menurut Asep Polri sejak awal kasus tersebut membuktikan diri konsisten melakukan pengungkapan. “Kemauan Polri untuk mengungkap kasus itu sangat kuat,” ujar dia.
Kemauan kuat tersebut, kata Asep dengan terbentuknya sejumlah tim khusus bentukan Polri untuk menyelidiki dan menyidik peristiwa serangan terhadap Novel. Karena itu, Polri akan tetap fokus bekerja menangkap pelaku dan aktor utama aksi brutalisme terhadap Novel.
Sebelumnya Amnesty Internasional melaporkan kasus Novel ke Kongres Amerika Serikat (AS), Kamis (25/7). Amnesty menebalkan kasus penyerangan terhadap Novel bagian dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia.
Amnesty menganggap, kasus tersebut sengaja dibiarkan tanpa ada penyelesaian. Pembiaran memberikan ruang impunitas atau meniadakan pemidanaan yang dilakukan oleh negara terhadap pelaku penyerangan.
Polri tak ingin menanggapi dampak apapun dari pelaporan Amnesty ke DPR Paman Sam itu. Asep hanya ingin memastikan, Polri tetap pada perintah tugas untuk mengungkap dan menangkap pelaku penyerangan tersebut.
“Polri pada intinya, tetap berfokus pada pekerjaan pokoknya. Yaitu berkewajiban melanjutkan penyidikan dan melanjutkan apa yang sudah direkomendasikan oleh tim pencari fakta sebelumnya,” lanjut dia dia. Ia memastikan, Polri akan tetap profesional.
Kasus penyerangan terhadap Novel sudah lewat dua tahun. Penyiraman asam sulfat yang membuat mata sebelah kiri Novel rusak permanen, terjadi pada 11 April 2017. Namun pelaku penyerangan belum juga ditemukan.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, 8 Januari 2019 sempat membuat TPF yang beranggotakan 65 orang, penyidik kepolisian, pakar pidana, dan peneliti HAM, bahkan perwakilan KPK untuk mengungkap kasus penyerangan itu. Setelah enam bulan bekerja TPF, pun tak mampu menemukan siapa dalang dan pelaku penyerangan.