Rabu 31 Jul 2019 11:51 WIB

Kasus Novel Dibawa ke Kongres AS, Polisi Bentuk Tim Teknis

Dibawanya kasus Novel ke Kongres AS disebut tak akan mengganggu kerja Tim Teknis.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Novel Baswedan
Novel Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susunan Tim Teknis penyidikan lanjutan kasus kejahatan terhadap Novel Baswedan akan melibatkan sekitar 90 personel kepolisian. Pengerahan oleh Mabes Polri itu akan dibentuk Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) sekaligus Ketua Tim Teknis, Komjen Idham Aziz, dan akan diumumkan pada Kamis (1/8).

Baca Juga

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, 90 personel Tim Teknis diambil dari anggota polisi lintas direktorat. Dua hari lagi akan diumumkan (1 Agustus). "Dari informasi yang saya dapat, lebih dari 50, bisa sampai 90 personel yang akan terlibat," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/7).

Menurut Dedi, Tim Teknis berkomitmen menemukan pelaku penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut selama tiga bulan. "Sesuai arahan Bapak Presiden, tiga bulan, insya Allah," ujar Dedi.

Jumlah personel Tim Teknis ini lebih banyak dari Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam kasus yang sama. TPF berisikan 65 anggota yang didominasi personel kepolisian. "Di Tim Teknis ini, nantinya semua berasal dari anggota dari satuan kepolisian sendiri," kata Dedi.

photo
Temukan Penyerang Novel (infografis)

Dedi menerangkan, Tim Teknis berisikan personel terbaik dalam bidangnya, seperti personel interogator dan intelijen, satuan sidik jari (Inafis), sampai skuat elite semimiliter, Datasemen Khusus Antiteror (Densus 88).

Ketua Tim Teknis Komjen Idham juga merupakan ketua TPF. Saat itu, TPF tidak berhasil menemukan pelaku penyerangan Novel. Namun, TPF menebalkan motif kemungkinan serangan terhadap Novel akibat penggunaan kewenangan penyidikan korupsi yang berlebihan. TPF mencatat enam kasus yang kemungkinan terkait dengan penyerangan Novel.

TPF kemudian merekomendasikan Polri untuk membentuk Tim Teknis. Tim penyidikan Polri itu diharapkan mampu mengungkap pelaku lapangan dan aktor utama penyerangan beradasarkan bukti dan petunjuk yang sudah diungkap oleh TPF dalam laporan setebal 2.700 halaman. TPF meyakini, bukti dan petunjuk yang sudah dikumpulkan selama enam bulan memberikan jalan terang bagi Tim Teknis menemukan pelaku.

Tim Teknis akan menjadikan laporan TPF sebagai jalur utama penyidikan. Namun, kata Dedi, Tim Teknis tak cuma terpaku pada motif kemungkinan dari enam kasus yang pernah ditangani Novel. Tim Teknis bisa saja menemukan kasus-kasus lain yang menjadi motif penyerangan.

"Tidak menutup kemungkinan ada perkembangan lain saat Tim Teknis bekerja," ujar Dedi.

Kemungkinan kasus lain itu memang berdasar. Sebab, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah menyebutkan kasus `buku merah' tidak boleh dikesampingkan dari kemungkinan motif penyerangan Novel. Kasus buku merah merujuk pada alat bukti dalam penyidikan aliran dana korupsi yang melibatkan institusi kepolisian yang disidik Novel.

Kasus Novel sudah lewat dua tahun. Pada Selasa, 11 April 2017, Novel yang bertolak dari masjid dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, disiram dengan asam sulfat. Tiga orang yang berboncengan motor itu tak pernah diendus oleh polisi.

Pegiat antikorupsi dan HAM mengecam pemerintah dan kepolisian yang seakan tak serius membongkar sejumlah kasus tersebut. Secara khusus, Amnesty Internasional menyoroti kasus Novel sebagai bentuk ancaman terha dap pem berantasan korupsi dan HAM.

Pada Kamis (25/7), Direktur Advokasi HAM Asia Pasifik Francisco Ben cosme melaporkan praktik impunitas yang dilakukan aparat hukum dan pemerintah di Indonesia terhadap kasus Novel ke Kongres Amerika Serikat (AS).

Menurut Dedi, Polri tak per nah melakukan pembiaran seperti yang dituduhkan. Sejak awal kasus Novel, kata dia, Polri berkomitmen mengungkap fakta dan menemukan pelaku penyerangan. "Pembentukan Tim Teknis ini bukti komitmen dari Polri itu masih ada," ujar dia.

Polri pun tak mempersoalkan aksi advokasi internasional yang dilakukan para pegiat antikorupsi dan HAM tersebut. Menurut dia, pelaporan Amnesty ke Kongres AS itu tak mengganggu upaya Polri dalam mengungkap pelaku dan dalang peristiwa penyerangan terhadap Novel.

Komisioner Kompolnas, Andrea Poeloengan percaya Tim Teknis akan bekerja maksimal. Namun, estimasi waktu yang diperintahkan Presiden Jokowi tak dapat menjamin apa pun.

"Tidak pernah ada yang bisa memastikan cukup atau tidaknya waktu pengungkapan. Tetapi, saya yakin Polri dan Tim Teknis akan sekuat tenaga memenuhi perintah presiden itu," kata Andrea, Selasa (30/7).

Di pihak lain, salah satu kelompok pendampingan Novel, LBH Jakarta tetap pesimistis dengan tim apa pun bentukan Polri. Masalah independensi dan konflik kepentingan menjadi penghalang pengungkapan kasus ini, kata Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana. Arif meyakini, kasus Novel bekelindan dengan adanya keterlibatan kepolisian dalam peristiwa penyerangan tersebut.

Menurut Arif, kinerja TPF pun tak memberikan jalan terang pengungkapan pelaku. Padahal, kata dia, kasus Novel tergolong tak sulit jika mengacu pada strata kasus yang pernah ditangani Polri. Tim Teknis yang seluruhnya beranggotakan kepolisian, semakin mengeraskan desakan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement