REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Haris Simamora alias Harry Aris Sandigon, terdakwa kasus pembunuhan terhadap keluarga dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Selasa (31/7). Mendengar putusan itu, Haris tertunduk dan diam.
Kuasa hukum terdakwa meyatakan kepada hakim untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Begitupun, Jaksa Penuntut Umum juga mengajukan banding.
Kuasa hukum terdakwa Nurhaini Lubis, mengatakan pihaknya sebenarnya sudah mengetahui bahwa Haris akan dijatuhi hukuman mati. "Jadi kita banding. Sampai kasasi dan PK (peninjauan kembali) akan kita tempuh," ungkap Nurhaini.
Dia mengatakan, upaya banding dilakukan karena Haris mengaku masih ingin hidup untuk memperbaiki semua kesalahannya. Dia menyesali semua perbuatannya tersebut.
Jaksa Penuntut Umum Fariz Rahcman, mengaku sangat mengapresiasi majelis hakim yang telah menjatuhkan hukuman sesuai tuntutannya. Meski demikian, pihaknya juga mengajukan banding.
"Kita juga ajukan banding supaya nanti kalau perkara ini sampai tahap kasasi, kita bisa ajukan kasasi. Kita kawal terus," ucap Fariz.
Sebelum sidang dimulai pukul 12.00 WIB, Haris sudah berada dalam ruangan sidang sembari terus menunduk menanti hakim tiba untuk membacakan putusan. Dia terus menunduk, diam, dan sesekali memainkan jarinya.
Mendapati hukuman yang akan menghilangkan nyawanya, tampak Haris menunduk lebih dalam. Ketika kuasa hukumnya mendiskusikan perihal pengajuan banding, ia tak banyak berbicara. Mukanya pun merah padam ketika dipasangi borgol lalu diboyong petugas untuk keluar dari ruang sidang.
Haris merupakan terdakwa dalam kasus pembunuhan terhadap kelurga Daperum Nainggolan. Haris diketahui melakukan aksinya di rumah Daperum di Jalan Bojong Nangka II, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 12 November 2018. Haris melaukan aksinya ketika berkunjung ke sana karena Maya Amboru Ambarita adalah kerabatnya sendiri.
Dalam persidangan perdana, Haris mengakui telah membunuh Daperum Nainggolan (40 tahun) dan istrinya Maya Boru Ambarita (37) dengan sebuah linggis. Sementara itu, dua anak Daperum, yaitu Sarah Marisa Putri Nainggolan (9) dan Yehezkiel Arya Paskah Nainggolan (7) ia cekik hingga tewas.
Majelis hakim menjatuhakan pidana mati setelah mempertimbangkan sejumlah fakta-fakta yang ditemui selama proses persidangan. Hakim tidak sepakat dengan kuasa hukum terdakwa yang mengatakan tindakan terdakwa bersifat spontan karena setelah mendapatkan hinaan.
"Pada saat korban Daperum Nainggolan berkata dengan nada tinggi kepada terdakwa, 'kamu tidur di belakang saja kamu, kayak sampah kamu' yaitu terjadi sekira pukul 23.30 WIB," ujar Djuyamto.
Sedangkan terdakwa, sambung Djuyamto, melakukan aksinya setelah sempat pergi ke dapur dan minum lalu melihat adanya linggis, barulah membunuh korbannya pukul 23.45 WIB. Lalu dilanjutkan membunuh anggota keluarga lainnya.
Apalagi terdapat fakta, sambung Djuyamto, bawha terdakwa kembali menusukan linggis kepada korban yang telah meninggal. "Perbuatan terdakwa dilandaskan kemarahan yang luar biasa kepada korban... lalu karena takut perbuatan diketahui, terdakwa juga mencekikan tangannya kepada Sarah Marisa Putri Nainggolan dan Yehezkiel Arya Paskah Nainggolan," tutur Djuyamto.
Hal lain yang memberatkan terdakwa, lanjut Djuyamto, terdakwa terbukti mengambil barang milik korban setelah melakukan aksinya. Adapun yang diambil oleh terdakwa sebelum kabur ke Gunung Guntur, Kabupaten Garut, adalah berupa uang sebesar Rp 2 juta, empat unit ponsel dan satu mobil nisan extrail.
"Terdakwa Harry Aris Sandigon alias Ari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana pembunuhan berencana dan pencurian dalam keadaan memberatkan," ungkap Djuyamto. Haris didakwa dengan dakwaan primair Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan Pasal 363 KUHP tentang pencurian.