REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai, wacana amendemen terbatas harus dilakukan secara mendalam. Salah satu isu yang perlu diperhatikan adalah soal pemilihan presiden melalui MPR, tidak lagi secara langsung.
Fadli menekankan pilpres langsung memang sudah menjadi kesepakatan nasional. Namun, menurut dia, pilpres melalui MPR juga layak dipertimbangkan dan dibicarakan, mengingat MPR adalah representasi rakyat.
"Nah, ini harus didudukkan. Kita harus ada kontemplasi supaya jangan hanya mengubah untuk kepentingan sesaat jangka pendek untuk kepentingan kelompok saja. Jadi harus dibuka opsi lebih besar jangan hanya satu dua pasal," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen RI, Kamis (15/8).
Isu dipilihnya presiden via MPR itu muncul seiring wacana penerapan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan peletakan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Fadli menekankan, bagaimanapun masa jabatan présiden tetap harus dibatasi.
Politikus Gerindra ini menekankan, harus ada satu kesepakatan bila hendak dilakukan perubahan. Ia mengakui, UUD 1945 memang bisa diubah di mana telah terjadi empat kali amandemen dalam sejarah revisi UUD 1945.
"Kami termasuk yang berkepentingan naskah historis dikembalikan dulu ke aslinya, lalu ada adendum-adendum itu disertakan di dalam proses amendemen itu dulu," kata Fadli.
Sebelumnya, Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), Veri Junaidi, mengatakan, publik sebaiknya waspada dengan isu-isu lain yang mengiringi wacana menghidupkan kembali GBHN. Pihaknya menilai, ada isu terselubung parpol yang mengiringi wacana ini.
Veri menjelaskan, jika diamati, mengemukanya isu GBHN terjadi secara berproses. Pertama, wacana menghidupkan kembali GBHN kemudian dilanjutkan dengan amandemen UUD 1945.
"Selanjutnya, soal MPR sebagai lembaga tertinggi dan ada isu lagi soal pemilihan presiden secara langsung. Kalau kita baca rentetan isunya, ini bukan hanya soal GBHN saja. GBHN bukan isu sentral yang ingin didorong," ujar Veri dalam diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Karenanya itu, yang perlu dicermati lebih lanjut adalah soal isu amandemen UUD 1945 dan isu MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sehingga, nantinya wewenang MPR untuk memilih presiden dan memakzulkan presiden bisa dikembalikan.
Pada akhirnya, bisa jadi pemilihan presiden secara langsung ditiadakan. Veri pun menggarisbawahi adanya sikap parpol yang cenderung seragam dalam menyikapi amendemen GBHN ini.