REPUBLIKA.CO.ID, Iyan, seorang pemuda asal Jawa Tengah, baru beberapa tahun belakangan jadi warga Kilometer Tujuh Gunung, Kota Sorong, Papua Barat. Kediamannya tak jauh dari Kompleks Trikora dan hanya lima menit jaraknya dari Bandara Domine Eduard Osok.
Sepanjang tinggal di Sorong, ia mengenang, tetangga-tetangganya dari warga tempatan lebih kerap berperilaku baik padanya. “Hanya kalau ada yang mabuk-mabukan saja saya suka takut,” kata dia saat dihubungi Republika, kemarin.
Kendati demikian, sepanjang Senin (19/8) kemarin, ia tak berani keluar rumah, bahkan untuk membeli makanan. Ia hanya bisa menengok keadaan dari halaman rumah. Suasana di Sorong menjelang siang memang sudah mencekam. "Orang-orang sini banyak yang baik-baik. Tapi, sekarang kita tidak berani keluar. Beli makan saja takut," ujarnya.
Menurut penuturan Bahran Fazabih, seorang pekerja di Sorong asal Demak, Jawa Tengah, sejak pagi hingga siang sedianya kondisi Kota Sorong relatif tenang. Kemudian, menjelang siang, sejumlah warga mulai melakukan aksi bakar ban untuk menutup jalan. "Bakar-bakar bannya di Jalan Ahmad Yani, dekat RS Pertamina dan Saga Mall," kata Bahran kepada Republika, kemarin.
Ia mengatakan, dari yang semula puluhan, massa bertambah mencapai ratusan. Pembakaran ban dan titik kumpul juga dilakukan di sejumlah titik di Jalan Ahmad Yani. Di antaranya di depan Gereja Maranatha, di Halte Aspen, Perempatan Pepabri, pasar di depan RS Herlina, dekat SPBU Jalan Baru, di depan SMP Negeri 9, di depan Ramayana dan di depan Bank Mega.
Bahran mengatakan, gerombolan warga tempatan yang berkumpul itu tak tampak terorganisasi seperti laiknya aksi unjuk rasa. Para pelaku pembakaran dan penutupan jalan juga tak menyatakan maksud mereka berkumpul.
Selepas siang hari, massa mulai bertindak anarkistis dengan menghancurkan mesin-mesin ATM di Jalan Ahmad Yani. Bandara Domine Eduard Osok Sorong juga tak terlepas dari amuk massa. Kaca-kaca di konter maskapai dipecahkan, sementara motor-motor di parkiran bandara dirobohkan.
Satu kendaraan roda empat dibakar. Pada saat bersamaan, sebuah rumah makan di Kota Sorong juga dibakar. Hingga kemarin sore, Bahran juga belum berani keluar dari kantornya.
Kericuhan serupa yang berlangsung sejak Senin pagi di Manokwari, Papua Barat, juga membuat sejumlah warga pendatang terpaksa mengurungkan niat untuk beraktivitas di luar rumah. Mereka memilih bertahan di dalam rumah menjelang kondisi kondusif kembali.
Salah seorang pendatang dari Cilacap, Jawa Tengah, Harun (24 tahun), mengaku lebih memilih berdiam diri di rumah sejak kemarin pagi. "Enggak berani saya keluar rumah. Takutnya gimana-gimana. Nanti malah hancur," kata Harun yang kini bekerja di Manokwari, Senin siang.
Harun menuturkan, dirinya memilih untuk tidak keluar rumah karena kondisi yang semakin tak kondusif. Terlebih, beredar informasi tentang aksi masa yang juga menyasar para pendatang. Meski informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya, Harun mengaku sangat takut dengan informasi yang beredar tersebut.
"Imbauan dari polisi enggak ada (untuk tidak keluar rumah), cuma saya diinformasikan teman-teman saja. Teman-teman saya juga tidak berani keluar rumah," kata Harun yang bekerja sebagai pekerja harian lepas (PHL) di Bhayangkari Papua Barat itu.
Harun menambahkan, kondisi saat ini memang terasa mencekam di Manokwari. Ia pun baru kali pertama merasakan kondisi begitu mencekam seperti sekarang. Ia mengaku tidak bekerja hari ini karena semua kegiatan yang telah direncanakan sudah dibatalkan sejak pagi.
Kericuhan pecah di Kabupaten Manokwari sejak pukul 06.30 WIT, Senin pagi. Masyarakat turun ke jalan bersama mahasiswa. Mereka membakar ban-ban di berbagai sudut kota dan jalan protokol, misalnya di kawasan Sanggeng (Hadi Mall) dan juga depan Kampus Universitas Papua (Unipa) Manokwari.
''Terjadi pembakaran banyak kios dan warung di depan Unipa. Selain dibakar, warung itu dijarah dan di rusak massa. Gedung DPRD Papua Barat dilempari. Di area jalan yang menuju area pelabuhan Manokwari juga terjadi pembakaran,'' kata seorang warga Manokwari yang enggan dituliskan identitasnya ketika dihubung Republika, Senin pagi.
Menurut dia, semua sekolah memang sudah diiimbau tutup. Ini karena satu hari sebelumnya sudah ada undangan yang beredar untuk mengajak warga Manokwari berunjuk rasa.
''Topik demontrasinya soal rasa kepedulian terhadap situasi rasial terhadap mahasiswa Papua yang sedang kuliah di Surabaya dan Malang. Untuk masyarakat melalui undangan itu diajak memberikan solidaritas dengan cara berkumpul di kampus Unipa. Imbuan ini beredar melalui media sosial,'' kata warga Manokwari itu lagi.
Aksi besar-besaran memprotes tindakan rasialisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya juga digelar di Jayapura, Papua, Senin (19/8) pagi. Ribuan orang dari mahasiswa dan warga Papua turun ke jalan berunjuk rasa.
Aksi massa di Kota Manokwari, Senin (19/8).
Menurut salah seorang warga Papua, Yotam Wakum, sebenarnya warga sudah mengetahui akan ada demonstrasi di Jayapura sejak sehari sebelumnya. Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang membahayakan, sejumlah toko memilih tutup dan kantor libur.
Namun, beberapa toko kelontong justru memberikan air minum dalam kemasan gelas maupun botol secara cuma-cuma alias gratis kepada para pendemo. "Toko tutup dari pagi, tadi memang banyak yang sudah tahu kalau ada demo. Jayapura kalau ada demo seperti ini sudah bahaya sekali" ujar Yotam saat dihubungi Republika dari Jakarta, Senin.
Akibat adanya demo itu, Yotam pun terjebak macet sejak pagi. Sekitar 07.30 WIT aksi itu berujung ricuh. Hingga sore pun, kendaraannya yang hendak pergi ke Kota Jayapura dari Abepura tak bergerak.
Ia menceritakan, sekitar pukul 14.30 waktu Papua, massa aksi berjalan kaki atau long march menuju kantor DPRD dan gubernur Papua. Yotam pun sempat mendengarkan beberapa tuntutan para pendemo itu. "Jadi, tuntutan mereka tadi itu mahasiswa Papua di Malang maupun Surabaya atau Semarang dipulangkan," kata Yotam.
Pada pukul 14.42, Yotam memberi kabar bahwa pendemo sudah tiba di kantor gubernur. Tak lama setelah itu, para pengunjuk rasa membubarkan diri. n fitriyan zamzami/muhammad subarkah/mimi kartika