REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Terpidana kasus pencabulan, Muhammad Aris, yang dijatuhi hukuman tambahan kebiri kimia mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), menurut informasi dari seorang pejabat kejaksaan. Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) Asep Maryono mengatakan, eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Aris harus menunggu putusan PK tersebut.
"Ini menjadi upaya terakhir dari terpidana untuk meringankan hukumannya,” katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Terpidana Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto, dalam perkara ini divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Mojokerto. Vonis itu kemudian dikuatkan oleh putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya karena mencabuli sembilan orang korban yang masih berusia anak-anak.
Dia diganjar hukuman tambahan kebiri kimia, selain pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Asep mengungkapkan, jika putusan PK terhadap terpidana Aris semakin menguatkan dari persidangan di tingkat sebelumnya, eksekusi hukuman kebiri kimia bisa dilakukan setelah menjalani hukuman pokok 12 tahun penjara.
"Ini tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan putusan hukuman tambahan dapat dilakukan usai terpidana menjalani hukuman pokoknya," ujarnya.
Asep mengatakan Kejati Jatim saat ini sedang berkoordinasi dengan pimpinan di Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait petunjuk teknis pelaksanaan eksekusi hukuman kebiri kimia.
"Hari ini kami membuat surat permohonan petunjuk teknis untuk melakukan eksekusi kebiri. Paling lambat besok pagi sudah dikirim ke Kejagung," kata mantan Kepala Kejaksaan Negeri Deli Serdang, Sumatra Utara tersebut.