REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Jerman yang juga ahli dalam penamaan bintang dalam astronomi Islam, Paul Kunitzsch, mengungkapkan, ada dua tradisi penamaan bintang yang diwariskan oleh peradaban Islam.
Pertama penamaan bintang melalui dongeng. Paul menyebut penamaan bintang secara tradisional ini sebagai indigenous-Arabic. Yang kedua, menurut Paul, penamaan bintang secara ilmiah (scientific-Arabic). Sayangnya, penamaan bintang yang dilakukan para ilmuwan Muslim telah dibelokkan oleh peradaban Barat.
Hal itu dilakukan saat buku-buku teks bahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin mulai abad ke-12 M. Buku-buku teks bahasa Arab yang ditulis para astronom dan astrolog Muslim dengan sengaja dirusak sehingga maknanya pun berubah.
Selain itu, perusakan alih bahasa itu juga membuat nama-nama bintang yang ditemukan peradaban Islam kehilangan arti.
Tak cuma itu, nama bintang juga secara sengaja dipindahkan dari satu ke yang lain. Sehingga, posisi bintang yang telah ditetapkan oleh para astronom dan astrolog Muslim itu berada dalam peta bintang yang berbeda.
Untungnya, sebagian besar nama bintang yang diadopsi masyarakat Barat sejak bergulirnya Renaisans masih dalam bahasa Arab yang asli.