Selasa 03 Sep 2019 06:19 WIB

DLH Pantau Cerobong Pabrik

DLH mewajibkan cerobong industri besar agar dilengkapi CEMS.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas laboratorium Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta saat mengecek cerobong asap di pabrik peleburan baja PT Hong Xin Steel, Cakung, Jakarta, Kamis (8/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas laboratorium Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta saat mengecek cerobong asap di pabrik peleburan baja PT Hong Xin Steel, Cakung, Jakarta, Kamis (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus memperbaiki persoalan tahunan yang dimiliki Jakarta, yakni polusi udara, menipisnya air tanah, dan penurunan muka tanah. Dua langkah yang sedang gencar dilaksanakan Pemprov DKI adalah pelaksanaan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara dan memperbanyak lobang biopori sebagai penyerapan air tanah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, dalam Ingub Nomor 66 Tahun 2019, Pemprov DKI melakukan berbagai langkah strategis lengkap untuk mengurangi beban polusi udara DKI Jakarta yang cukup tinggi. Dalam Ingub 66 tersebut, Andono menambahkan, dipaparkan program alih pola hidup masyarakat untuk mengurangi produksi polusi udara.

"Ingub 66 yang dikeluarkan Gubernur Anies merupakan langkah taktis dan strategis Pemprov DKI mengurangi polusi udara secara masif, yang didukung dengan berbagai kebijakan lintas sektor kedinasan di pemerintahan provinsi," kata Andono, Senin (2/9).

Menurut dia, di antara kebijakan tersebut adalah perbaikan trotoar atau jaluar pedestrian untuk pejalan kaki. Kemudian, pengintegrasian pejalan kaki dengan kendaraan umum melalui halte yang terhubung MRT, LRT, BRT, KCI, dan park and ride di sebagian besar area jalanan Ibu Kota. Selain itu, terdapat area penghijauan di beberapa jalan protokol dengan menanam tanaman penyerap polusi tinggi.

Pihaknya juga menegakkan hukum terhadap industri yang cerobongnya terbukti mencemari udara di Jakarta. Sanksi yang diberikan kepada pabrik yang mencemari udara di Jakarta berupa paksaan memperbaiki cerobong pembuangan udaranya dalam waktu 45 hari. Terbaru, kata dia, dua perusahaan yang mendapatkan sanksi tersebut adalah PT Indonesia Acid Industry dan PT Mahkota Indonesia di wilayah Jakarta Timur.

Andono mengatakan, Dinas LH DKI Jakarta saat ini segera membuat regulasi untuk memperketat persyaratan teknis terkait pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak. Di antaranya adalah mewajibkan cerobong industri besar dan berpotensi tinggi mencemari udara agar dilengkapi continuous emission monitoring system (CEMS).

"Alat ini adalah sistem pemantauan lengkap yang dapat mengukur lima parameter kualitas udara berupa CO, CO2, SO2, NOx, O2, dan partikulat secara terus-menerus," katanya.

Terkait berkurangnya air tanah, Andono menyebut, pihaknya telah menggencarkan pembuatan sumur biopori sebagai sarana resapan air. Ia menegaskan, semua bangunan, termasuk gedung bertingkat apalagi yang menggunakan air tanah, sudah diwajibkan membuat sumur resapan biopori secara masif. Selain menjadi sumber resapan air, biopori juga membantu mencegah munculnya genangan air penyebab banjir.

"Sumur biopori bisa membantu tanah menyerap air lebih banyak. Selain itu, langkah lain untuk mencegah masifnya penggunaan air tanah, pemda menyiapkan infrastruktur sumber daya air dan menggalakkan penggunaan air PAM. Tapi, itu bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air dan PAM Jaya," kata Andono.

Ia menegaskan, kondisi Jakarta dengan persoalan tahunannya sekarang, termasuk penurunan muka tanah, merupakan imbas dari pembangunan Kota Jakarta yang sangat masif. Karena itu, pihaknya dalam hal ini sedang berupaya bagaimana mengurangi persoalan tahunan tersebut agar sedikit demi sedikit bisa berkurang.

"Sulit memang harus dihindari karena ini imbas pembangunan Ibu Kota yang telah lama berjalan, tapi kini kami akan berupaya sekuat tenaga agar persoalan tahunan tersebut bisa berkurang. Misalnya dengan melihat secara ketat kelayakan amdal dari proyek pembangunan gedung bertingkat di Ibu Kota," kata Andono.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi berpendapat, meski Jakarta tak lagi menjadi ibu kota, masalah lingkungan hidup akan tetap menjadi masalah menahun. Salah satunya permasalahan polusi udara.

Permasalahan lingkungan lainnya, Tubagus menambahkan, adalah persedian air tanah yang makin menipis. Ekstraksi sumber air tanah dilakukan oleh sektor bisnis secara besar-besaran. Tubagus menambahkan, permasalahan penurunan permukaan tanah juga akan tetap menghantui Jakarta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement