REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Lebih dari 40 ribu warga di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya masih menggunakan surat keterangan (Suket) perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) sebagai identitas resmi mereka. Hal itu disebabkan blanko KTP-el yang berada di Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil (Disdukcapil) tak sesuai dengan permintaan pembuatan dari warga.
Berdasarkan data Disdukcapil Kabupaten Tasikmalaya, sekitar 33 ribu warga masih menggunakan suket. Sekretaris Disdukcapil Kabupaten Tasikmalaya Wawan Sofandi mengatakan, ketersediaan blanko di tempatnya memang terbatas. Menurut dia, kosongnya blanko di Kabupaten Tasikmalaya sudah terjadi sejak sebulan terakhir.
Namun, atas perintah pemerintah pusat, pelayanan pembuatan KTP-el tidak boleh terganggu meski blanko tak tersedia. "Jalan keluarnya menggunakan suket, dan itu masih berlaku secara nasional selama enam bulan. Ketika masanya berakhir bisa dibuat kembali," kata dia, Kamis (5/9).
Ia menilai, masyarakat tidak mempermasalahkan kekosongan blanko KTP-el. Lagi pula, fungsi suket tak memiliki perbedaan dengan KTP-el.
Meski begitu, Wawan menyebut, keterbatasan yang terjadi pada 2019 memang sangat terasa. Apalagi sebelumnya, ia juga melayani meningkatnya kebutuhan masyarakat membuat KTP-el ketika jelang pemilu.
Menurut dia, pemerintah pusat memang sudah menyediakan 16 juta keping blangko untuk 2019. Namun. angka itu dinilai masih kurang lantaran pembuatan KTP-el bukan hanya untuk para pemula, tapi juga warga yang datanya berubah, KTP-el rusak atau hilang.
"Akhirnya jadi terbatas. Inysa Allah ke depan akan dapat blanko," kata dia.
Sementara di Kota Tasikmalaya, sekitar 10 ribu warganya masih menggunakan sejak Januari 2019. Kepala Disdukcapil Kota Tasikmalaya Imih Misbahul Munir mengatakan, saat ini jumlah blanko yang terdapat di kantornya sangat terbatas. Kota Tasikmalaya hanya mendapat jatah 500 keping blanko setiap pengambilan, yang biasa dilakukan sepekan atau dua pekan sekali.
Menurut dia, jatah ratusan keping itu tentu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pembuatan KTP-el. "Umur anak yang naik per tahun saja 10 ribuan, belum yang pindah atau KTP rusak," kata dia.
Ia menilai, kualitas KTP-el juga menjadi salah satu penyebab konsumsi blanko tak juga menurun. Tak jarang, warga membuat KTP-el lantaran miliknya rusak, entah cetakan hurufnya hilang atau plastik yang menyertainya mengelupas.
Imih menyebutkan, saat ini sedang menentukan skala prioritas dalam pembuatan KTP-el. Artinya, warga yang didahulukan mendapatkan jatah blanko adalah mereka yang memiliki keperluan mendesak, seperti akan pergi ke luar negeri atau mencari pekerjaan yang mewajibkan syarat KTP-el.
"Kita sekali ambil dapat jatah 500 keping. Itu satu dua hari juga langsung habis kalau tidak ada skala prioritas. Makanya pemanfaatannya dialokasikan ke orang yang sangat membutuhkan," kata dia.
Ia menyebutkan, pengambilan yang harus datang ke Jakarta juga menyulitkan petugas Disdukcapil Kota Tasikmalaya menjaga ketersediaan blanko. Selain memakan ongkos yang lebih besar, pengambilan blanko di Jakarta juga membutuhkan waktu yang lama. Mereka juga harus mengantre dengan petugas dari wilayah lain untuk mendapatkan blanko.
Ia berharap, pemerintah pusat bisa memberikan izin ke Disdukcapil Provinsi Jawa Barat (Jabar) untuk melakukan pencetakan blanko. Menurut dia, seluruh perwakilan Disdukcapil kabupaten/ kota di Jabar sudah menyetujui usulan itu.
"Jadi nggak usah ke Jakarta, biar di Bandung saja. Kita juga punya duit kok dan siap melakukan itu," kata dia.