Senin 23 Sep 2019 08:52 WIB

Kisah Pilu Warga Kashmir: Langkah Hameeda Menuju Agra

Jangan kehilangan harapan, Anda tidak sendirian.

Prajurit Paramiliter India memeriksa tas seorang pria yang mengendarai skuter saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India.
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Prajurit Paramiliter India memeriksa tas seorang pria yang mengendarai skuter saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India.

REPUBLIKA.CO.ID, Hameeda Begum menempuh perjalanan sejauh 965 kilometer untuk bisa bertemu putranya yang ditahan di Penjara Pusat Agra. Perempuan berusia 70 tahun ini menggambarkan sulitnya perjalanan dari daerah Himalaya di Kashmir menuju penjara yang terletak di negara bagian Uttar Pradesh utara.

Selama dua hari perjalanan, Hameeda harus menghadapi cuaca panas. Sesampainya di Agra, Hameeda terlihat cemas menunggu giliran untuk bertemu putranya. Seorang pria berusia 20-an menawarkan sebotol air kepada Hameeda. "Jangan kehilangan harapan, Anda tidak sendirian," kata pemuda bernama Gowhar Malla tersebut.

Hameeda menarik napas panjang dan meletakkan tangannya di atas tangan pria itu sambil bersuara lirik, "Semoga Tuhan memberi kita kesabaran."

Setelah menunggu selama berjam-jam, nama Hameeda dipanggil. Dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Sekitar 20 menit kemudian, muncul putranya. Rasa tegang yang sebelumnya dia rasakan berubah menjadi senang dan lega. "Melihat anakku seperti merayakan festival Idul Fitri," kata Hameeda, seperti dikutip dari Aljazirah, baru-baru ini.

Hameeda ingat, pada Senin, 5 Agustus 2019, putranya yang tidak ingin dia sebutkan namanya dijemput paksa dari kamarnya oleh angkatan bersenjata India. Dia dimasukkan ke penjara Srinagar. "Mereka memasuki kamarnya dan menyeretnya keluar dari tempat tidurnya," ujar Hameeda.

Hameeda menghabiskan 10 hari berikutnya, berusaha menemukan putranya di berbagai penjara di Kashmir. Dia bahkan melakukan perjalanan ke distrik utara yang berbatasan dengan Pakistan. Tapi, hasilnya nihil.

Suatu hari, akhirnya informasi yanag ditunggu-tunggunya datang. Seorang asing mengetuk pintunya dan memberinya pesan. Putranya berada di Agra.

Hameeda belum pernah mendengar nama tempat itu sebelumnya. "Jika bukan karena orang-orang ini, aku akan kehilangan diriku di kota besar ini," kata dia sembari menunjuk keluarga Kashmir lain yang sedang menunggu antrean.

Sementara itu, Gowhar melakukan perjalanan dari Kashmir ke Agra untuk melihat adik iparnya, Aamir Parviaz Rather. Dia terpaksa meminjam uang 1.000 dolar AS kepada kerabatnya untuk bisa sampai ke Agra.

"Melihatnya berarti dunia bagi saya, saya tidak peduli dengan utang saya," kata Gowhar. Aamir dijemput oleh angkatan bersenjata India pada Selasa (6/8) dan ditahan di berbagai penjara di Kashmir sebelum dipindahkan ke Agra.

Hameeda dan Gowhar mengejar tujuan sama, yaitu melihat anggota keluarga yang ditangkap oleh otoritas India dan ditahan di penjara terbesar kota. Tidak hanya Hameeda dan Gowhar, masih banyak warga Kashmir lain menanti giliran untuk berjumpa dengan keluarga dan kerabat yang ditahan di Penjara Pusat Agra. Keluarga Kashmir lainnya duduk di bangku baja, menunggu untuk melihat kerabat mereka yang ditahan.

Sekitar 250 dari 4.000 warga Kashmir yang ditangkap sejak 5 Agustus 2019 dipindahkan ke berbagai penjara India di luar wilayah yang disengketakan. Banyak warga Kashmir ditahan di Penjara Pusat Agra setelah pemerintahan nasionalis Hindu yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi menerapkan pengamanan ketat yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kashmir. Dia memotong hampir semua komunikasi dan membatalkan otonomi parsial kawasan tersebut pada 5 Agustus.

photo
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India.

Ribuan tentara India dikirim ke wilayah yang menjadi salah satu yang paling termiliterisasi di dunia. Menurut kantor berita AP, setidaknya 4.000 orang yang mayoritas pemuda telah ditangkap sejak itu. Sekitar 250 orang dari jumlah tersebut dipindahkan ke berbagai penjara India di luar Kashmir.

Wakil Inspektur Jenderal Penjara Pusat Agra, Sanjeev Tripathi, menolak memberikan informasi tentang tahanan Kashmir. "Saya khusus diberitahu oleh pemerintah untuk tidak memberikan perincian kepada media," kata dia.

Selama bertahun-tahun, kelompok hak asasi manusia menuduh pasukan India mengendalikan populasi Kashmir dengan kekerasan fisik dan seksual, serta penangkapan yang tidak adil. Pemerintah India menyebut tuduhan itu sebagai propaganda oleh separatis yang menginginkan kemerdekaan atau bergabung dengan Pakistan.

Konflik atas Kashmir telah ada sejak akhir 1940-an ketika India dan Pakistan memenangkan kemerdekaan dari kekaisaran Inggris. Kedua negara tersebut memperebutkan Kashmir. Masing-masing menguasai sebagian wilayah.

Pemberontakan bersenjata lengkap melawan kendali India dimulai pada 1989. Sejak itu, sekitar 70 ribu orang tewas dalam konflik tersebut. ed: qommarria rostanti

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement