REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani enggan banyak menanggapi soal UU KPK yang dikembalikan ke DPR RI oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lantaran banyaknya salah tik atau typo. Puan menyatakan, DPR RI periode 2019 - 2024 akan segera melakukan perbaikan.
"Itu teknis, itu kemudian kita sudah konsolidasikan sudah bicarakan, nanti selanjutnya kita lakukan hal-hal yang memang perlu dilakukan," ujar Puan di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Senin (7/10).
Puan menyatakan, revisi UU KPK merupakan hasil dari DPR RI periode 2014 - 2019. Untuk periode 2019 - 2024, Puan sebagai ketua enggan banyak bersikap. Namun Ia memilih menunggu terbentuknya alat kelengkapan dewan (AKD). "Justru itu kita akan update kita akan lakukan secepatnya terkait hal-hal itu," ujar Poltikus PDIP itu.
Puan mengatakan, AKD yang terdiri dari Pimpinan Komisi hingga anggota pada periode 2019 - 2024 harus menyesuaikan pada hasil putusan periode sebelumnya. Sementara, AKD untuk periode ini sendiri belum terbentuk. Maka itu, untuk menyikapi usulan penerbitan Perppu untuk menunda UU KPK, Puan menunggu AKD terbaru terbentuk.
Rapat komunikasi antarfraksi di DPR RI sendiri dimulai pada Senin (7/10). "Ya saya harus melihat dulu update terkait hal tersebut karena banyak hal yang memang kita harus konsolidasi kembali di Periode keanggotaan DPR sekarang," kata Politikus PDIP itu.
Koalisi Save KPK menilai adanya kesalahan ketik atau typo dalam Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi menjadi bukti bahwa pembahasan UU itu dilakukan secara serampangan oleh DPR dan pemerintah. Untuk itu, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangan-Undang (Perppu) KPK oleh Presiden dinilai tepat.
"Salah satu pimpinan KPK terpilih berusia 45 tahun, tapi UU hasil revisi menyebut syarat jadi pimpinan adalah 50 tahun," kata Kurnia dalam konferensi pers Koalisi Save KPK di Kantor YLBHI, Jakarta, Ahad (6/10).
Diketahui, terdapat salah ketik dalam Pasal 29 UU KPK hasil revisi yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pimpinan KPK ditulis harus penuhi syarat paling rendah 50 tahun. Namun dalam keterangan di dalam kurung tertulis ‘empat puluh tahun’. "Ini jadi persoalan. Ini mengkonfirmasi bahwa UU KPK dibahas secara serampangan dan tidak cermat," kata Kurnia.